Tidak Hanya Fakhrur Razy, 6 Ketua BEM Fakultas Ini Juga Diskors Akibat Kritik Terhadap Kampus

Kasus ketua Himasos, Fakhrur Razy masih menjadi perbincangan hangat dikalangan aktivis mahasiswa kampus UNTAD saat ini. Kebijakan pengembalian UKT disertai pemblokiran siakad mahasiswa yang bersangkutan dinilai berbagai kalangan mahasiswa sebagai representasi wajah kampus UNTAD yang otoriter dan anti kritik.

Indikasi tersebut bisa dilihat dari berbagai kebijakan kampus UNTAD yang akhir-akhir ini seolah mematikan ruang gerak organisasi mahasiswa. Antara lain;

  • Pemberlakuan jam malam aktivitas mahasiswa didalam kampus,
  • Pelarangan mahasiswa baru berlembaga pada tahun pertama (Semua mahasiswa baru wajib menandatangani surat perjanjian tersebut bila ingin diterima menjadi mahasiswa UNTAD),
  • Penyegelan berbagai sekretariat mahasiswa, (terjadi sebelum aksi 2 Mei 2017. Sekretariat tempat dimana mahasiswa berkonsolidasi untuk melalukan aksi 2 Mei)
  • Pendirian Pusbang DePSA, dimana ketua lembaga dipersyaratkan harus merupakan alumni DePSA. Sementara untuk bisa mengikuti DePSA mahasiswa tersebut terlebih dahulu diseleksi oleh birokrasi. Otomatis mahasiswa-mahasiswa kritis tidak memiliki kesempatan untuk mengisi jabatan di lembaga kemahasiswaan akibat adanya aturan ini
  • Terakhir, Penerbitan SK Pengembalian UKT kepada mahasiswa yang mengganggu stabilitas informasi di dalam kampus. SK ini yang kemudian menjadi alat rektor untuk melakukan skorsing kepada mahasiswa kritis dengan tuduhan subversif, makar atau radikal.

Padahal jelas, apa yang dilakukan mahasiswa seperti ketua Himasos, Fakhrur Razy ini murni merupakan bentuk kritik terhadap kampus. Menuntut dan melindungi mahasiswa baru agar terhindar dari pungutan tidak wajar yang dilakukan oleh kampus dibalik tuntutan wajibnya mengikuti tes kesehatan kepada mahasiswa baru. Kronologi lengkapnya bisa dibaca DISINI.

Dengan demikian indikasi pelemahan atau pembungkaman suara kritis mahasiswa bukan lagi sebatas opini diruang rapat diskusi lembaga-lembaga mahasiswa, melainkan fakta lapangan. Sebagai bukti lain ialah kebijakan jatuhnya skorsing dijatuhkan bukan hanya kepada Fakhrur Razy, tetapi juga kepada 6 aktivis mahasiswa lainnya; satu orang mantan wakil presiden mahasiswa UNTAD, dan lima orang lainnya adalah ketua-ketua BEM Fakultas.

Berikut ini adalah ke enam mahasiswa tersebut;

 

  1. Rivaldy Prasetyo (Ketua BEM Fakultas Hukum UNTAD Periode 2017)
    Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2014 ini juga ternyata menjadi korban skors oleh Rektor UNTAD. Sama seperti Fakhrur, skorsing yang menimpa Rivaldy juga bermula ketika mengkritisi Tes Kesehatan yang dilaksanakan oleh Pihak Universitas Tadulako.
  1. Rusiamin Rahmad Supriyadi (Ketua BEM Fakultas MIPA Periode 2017)
    Mahasiswa Fakultas MIPA yang merupakan salah satu Penerima Beasiswa Djarum ini juga menjadi korban dari kasus Penolakan UKT. Masih kasus yang sama, Rusiamin juga diskorsing akibat dari kritikannya tentang Tes Kesehatan.
  1. Ridwan (Wakil Presiden Mahasiswa UNTAD Periode 2017)
    Meski menjadi Wakil Presiden Mahasiswa, kasus skors pun tidak luput dari Ridwan. Mahasiswa Fapetkan ini menjadi korban skors akibat Aksi Hardiknas 2 Mei, saat itu Ridwan memposisikan diri sebagai Koordinator Lapangan terkait kritiknya terhadap UKT di kampus Untad.
  1. Mahfudz Mahdang (Ketua BEM FKIP Periode 2017)
    Salah satu yang menjadi korban skors adalah Ketua BEM FKIP UNTAD, Mahfudz Mahdang. Mahasiswa Pendidikan Matematika ini juga menjadi korban skors akibat mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal yang ada di Universitas Tadulako. Kritikan itu disampaikan saat orasi di depan DPRD pada aksi Hardiknas  2 Mei.
  1. Aprianto Simon (Ketua BEM Fakultas Pertanian Periode 2017)
    Aprianto Simon atau yang sering di sapa Aping ini juga salah satu korban skors oleh Rektor. Sama seperti Ridwan dan Mahfudz, Aping di skorsing akibat terlibat pada Aksi Hardiknas 2 Mei, saat itu Aping menjadi Wakil Koordinator Lapangan.
  1. Rizal Affandi (Ketua BEM TEKNIK Periode 2017)
    Nama berikutnya lahir dari Fakultas Teknik, Rizal Affandi. Saat ini Rizal menjabat sebagai Ketua BEM Teknik Periode 2017. Rizal dikenakan Skors akibat mengkritik aturan Pusbang DePSA yang mewajibkan Ketua Lembaga Mahasiswa harus Alumni Kader DePSA. Kritikan tersebut disampaikan secara terang-terangan saat kegiatan DePSA sementara berjalan.

Yang menarik dari kasus skorsing ini ialah tidak adanya Surat Pemberitahuan Tertulis Resmi bahwa mahasiswa yang bersangkutan di skorsing oleh kampus. Hanya saja seperti kasus Fakhrur Razy yang sudah ramai diberitakan oleh berbagai media masa, ke enam mahasiswa tersebut dipanggil dan di informasikan secara lisan oleh dekan fakultasnya masing-masing bahwa UKT yang bersangkutan dikembalikan (bahasa halus skorsing) dan akun siakadnya diblokir. Sehingga otomatis ke enam mahasiswa tersebut tidak dapat lagi mengikuti aktivitas perkuliahan, nilai semester kemarin hilang dan tidak dapat memprogram mata kuliah baru semester ini. 

Masih sama seperti Fakhrur Razy, poin paling menarik dari kasus ini adalah

“Bisa saja hukuman skorsing kami cabut, tapi dinda harus mengundurkan diri dari jabatan ketua BEM dan bersedia menandatangani surat kesepakatan untuk tidak akan membawa kasus ini ke ranah hukum”

***

Foto: Gerakan Bela Mahasiswa Tadulako

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya


Diterbitkan

dalam

oleh

Tags:

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *