Pembangunan di Kota Palu belum memperhatikan aspek historis sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan tata ruangnya. Pembangunan Kota Palu yang maju pesat tidak berbanding lurus dengan pemeliharaan dan penataan City Heritage sebagai ikon Kota Palu. Banyak City Heritage yang terancam hilang seiring dengan pembangunan yang pesat di Kota Palu.
Maraknya investor berdatangan ke Kota Palu berdampak pada pesatnya pembangunan di kota tersebut. Pembangunan Palu Grand Mall, Citraland, dan Palu Square City merupakan beberapa bukti pesatnya perkembangan Kota Palu. Hal ini jelas berdampak positif bagi perkembangan perekonomian kota. Ini sebagai bukti bahwa Kota Palu memiliki daya tarik bagi investor.
Namun, seiring dengan pembangunan yang pesat tersebut, perlahan-lahan Kota Palu mulai kehilangan nilai historisnya. Beberapa City Heritage terancam digusur dan beberapa tidak dirawat dengan baik. Melihat kenyataan tersebut, lama-kelamaan Kota Palu akan menjadi kota yang ahistoris.
Menurut Haliadi Sadi, pembangunan dan tata ruang Kota Palu perlu memperhatikan aspek historis. Tata ruang Kota Palu perlu memperhatikan lanskap pembangunan Kota Palu yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai bahan rujukan bagi kebijakan pembangunan kota. Lanskap tersebut menjelaskan bahwa turning point Kota Palu adalah Irigasi Gumbasa. Haliadi menjelaskan bahwa Irigasi Gumbasa perlu ditata kembali sebagai turning point dan City Heritage Kota Palu.
Selanjutnya, sesuai visi dan misi Walikota Palu untuk menjadikan Kota Palu sebagai Kota Religi, perlu ada kajian mendalam tentang City Heritage yang mencerminkan Kota Palu sebagai Kota Religi. Selama ini, terlihat jelas bahwa pencitraan Kota Palu sebagai Kota Religi lebih condong ke Al-Khairaat. Padahal City Heritage yang mencerminkan Kota Palu sebagai Kota Religi bukan hanya Al-Khairaat saja. Menurut Haliadi, selain Al-Khairaat, ada beberapa City Heritage lainnya yang dapat mencerminkan Kota Palu sebagai Kota Religi misalnya; Gereja Bala Keselamatan Palu yang menjadi ikon Kota Palu di Inggris, Makam Dato Karama, Masjid Jami Kampung Baru, dan Masjid Jami Tawaeli.
Selain itu, rumah atau tempat tinggal raja di Kota Palu juga perlu diperhatikan. Kota Palu tidak memliki istana raja/keraton yang tetap karena rumah tinggal raja yang memerintahlah yang dijadikan istana raja. Walaupun bentuknya sederhana tetapi memiliki keaslian. Saat ini istana raja yang berada di Kota Palu terancam punah karena beberapa istana telah digusur dan dijadikan bangunan lain misalnya; istana raja di Jalan Sultan Hasanuddin yang sekarang menjadi Apotik Pancar.
Pengelolaan tata ruang dan pembangunan Kota Palu hendaknya memperhatikan aspek historis sebagai bahan pertimbangan untuk menyususn rencana pembangunan kota. Kota-kota besar di Asia, Eropa dan Amerika tetap mempertahankan City Heritage-nya berdampingan dengan pesatnya pembangunan kota. Kota Palu perlu berkaca dari kesuksesan tersebut agar warisan sejarah dan budaya lewat City Heritage Kota Palu dapat terus diwariskan kepada generasi-gerasi berikutnya. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan menghargai masa lalunya. Jangan sampai Kota Palu menjadi kota yang pembangunannya pesat namun ahistoris (tidak memiliki warisan sejarah dan budaya).
Oleh: Jefrianto, Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Tadulako & Pemerhati Kota Palu
Tinggalkan Balasan