Muhammad Amirudin adalah alumnus Untad angkatan 2007. Tercatat sebagai mahasiswa pada jurusan Biologi FMIPA. Puncak karirnya sebagai mahasiswa adalah ketika menjabat sebagai Ketua BEM FMIPA pada periode tahun 2012/2013. Kini Amir tengah menyelesaikan studi S2 di ITB dengan Beasiswa BPPDN dari DIKTI.
Siapa yang menyangka ternyata jalan hidup Amir untuk bisa mencapai tahap ini melalui perjuangan dan tantangan yang luar biasa keras, dari anak kampung yang kurang mampu, bodoh dan gagap dalam berbicara, sering di ejek dan di cerca oleh teman-temannya, hingga tidak lulus ujian nasional dan terpaksa mendaftar paket C untuk bisa berkuliah. Semuanya dilalui dengan penuh ketabahan dan kesabaran.
Admin tertarik untuk memosting kisah hidupnya yang ditulis dalam blog pribadinya disini >> http://amhyr07.blogspot.com/. Semoga kisah Amir ini dapat menginspirasi kita semua dan mahasiswa Indonesia lainnya untuk pantang menyerah menghadapi kerasnya hidup ini, demi meraih cita-cita. Semoga bermanfaat.
***
Seolah menuju diruang dimensi, perubahan yang begitu drastis dari sesosok orang yang bodoh, gagap, mempunyai ciri tubuh yang jelek dan selalu menjadi bahan ejekan oleh teman-teman yang lain. Dan anak itu adalah saya sendiri.
“Oden” itulah nama julukan kecilku. Seorang anak yang lahir di desa Tinombala, sebuah desa yang dikatakan cukup kecil, dan jauh dari perkotaan, desa yang terletak di kabupaten Parigi Moutong provinsi sulawesi tengah.
Saya adalah anak dari empat bersaudara dan diantara empat saudara itu, hanya saya laki-laki satu-satunya. Walaupun saya anak laki-laki satu-satunya bukan berarti anak kesayangan. Itu adalah kisah singkat masa kecilku.
Karakter masa kecil yang begitu pendiam dan kurang berteman. Ketika ngomong selalu gagap. Setiap saya bicara pasti orang-orang dan temen-teman selalu menertawakanku. Setiap hari selalu mendengar ejekan dari teman-teman. “oden elek” (bahasa jawa) artinya “oden jelek”, bocah gagap ini selalu mendengar cibiran dan ejekan dari teman-teman dan orang-orang sehingga saya merasa terasingkan, mulai kurang bergaul, sangat tertutup.
Tapi orang tua saya selalu memberi semangat.. “SING SABAR LE..” (SABARLAH NAK…) , itu yang selalu ayah tanamkan dalam diri saya. Karena saya orang yang terbilang otak yang lemah, orangtua saya menyekolahkan saya di umur 8 hampir 9 tahun. Sedngkan teman-teman saya sudah ada yang kelas dua. Awal pertama sekolah saya sangat malu sama teman-teman karena saya umurnya selisih lebih tua 1 tahun daripada mereka. Setiap berangkat sekolah teman-teman selalu diantar sama orangtuanya, tapi saya jarang diantar sama bapak ataupun ibu saya.
Setiap malam saya diajar mengaji sama bapak saya sendiri lantaran terlalu bodohnya saya sehingga paling tidak lancar membaca. Tapi usaha orangtua saya tidak pernah patah semangat. Selalu berusaha, mengajarkan saya untuk bias membaca Al-qur’an. Semoga kedua orangtua saya, selalu dilindungi Allah dan diberi kesehatan. Aamiin..
Dulu waktu saya masih SD, masih menggunakan sistem caturwulan. Budaya di sekolah kami SD Impres I Tinombala, ketika pengumuman sekaligus pembagian rapor, selalu mengumpulkan siswa kelas 1 sampe kelas 6. Bahkan mengundang orangtua wali murid.
Yang anehnya, pada saat pengumuman saya dinyatakan sebagai juara satu! Ayah saya menangis saat itu karena melihat anaknya juara satu. Mungkin beliau tidak percaya melihat anaknya yang selama ini bicara gagap, slalu diejekin, bisa mendapatkan juara satu. Karena ayah menangis, saya pun ikut menangis. Orang-orang semuanya terdiam melihat kami.
Ya Allah, saya belum sempat memohon kepadaMu tapi Engkau telah memberikan anugerah yang begitu besar dimasa kecilku…
Lanjut cerita, setelah saya lulus SD orangtua memberikan pilihan pengen lanjut sekolah dimana, dan saya memilih di MTsN Kotaraya. Hanya di kotarayalah satu-satunya sekolah Tsanawiyah di daerah saya. Jaraknya sekitar 8-10 kilometer dari kampung saya.
Selama perjalanan menuntut ilmu di Tsanawiyah, saya selalu ditemani sama kawan terbaik saya “ SI ONTEL”.(sepeda ontel). walaupun sering rusak, sering bocor, sering putus rantainya, tapi selalu bersemangat mengantarkan saya selama 3 tahun. Selalu setia mengantarkan saya.
Tapi saya tidak sendiri. Kami dari desa Tinombala yang sekolah MTsN Kotaraya sekitar 8 orang sehingga kami selalu pulang bersama. Perjalanan yang begitu jauh pun selalu kami tempuh setiap hari, naik turun tanjakan, menyebrangi sungai. Bahkan kalo sedang banjir, sungai tinombala yang biasa kami sebrangi tidak bisa dilewati, jadi kami harus menunggu sampai surut. Pernah kami menunggu air surut sampe jam setengah 10 malam untuk bisa menyebrang pulang kerumah. Tapi itu semua tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap bersekolah.
Masa Tsanawiyah pun sudah berakhir begitu saja. Terpisah dengan teman-teman, dan harus mencari teman-teman baru. Saat itu karakter saya mulai berubah, mulai senang bergaul, banyak teman, yang lucunya gagap yang saya miliki dari kecil hilang begitu saja tanpa saya sadari.
Masa remaja mulai datang. Saat itu saya melanjutkan sekolah di MAN Tomini. Sekolah yang terletak di Desa Kayu Agung (yang kini jadi desa Sumber Agung). Perjalanan saya waktu sekolah di Aliyah, cukup menyenangkan. Mungkin lantaran menikmati masa remaja. Banyak teman dan akrab dengan guru-guru.
Masa menegangkan pun mulai luntur perlahan. Masa dimana siswa kelas III menghadapi Ujian Nasional. Mata pelanjaran tambahan sore hari pun diberlakukan. Setiap sore saya tidak pernah pulang. Lebih baik saya menunggu disekolah sampe waktu les sore datang, walaupun itu berarti saya rela untuk tidak makan seharian.
Guru-guru selalu memberi motivasi, rajin shalat, banyak berdoa, banyak belajar. itu adalah kunci sukses kata mereka. Sayapun tidak mau melewatkan pesan guru saya begitu saja. Saya selalu puasa senin kamis, shalat tahajud, giat belajar, selalu berdoa, berharap agar diluluskan Ujian Nasional.
Ketika itu saya baru terfikirkan tentang hidup saya. Saat itu ayah, bertanya sama saya.. “rencana kamu gimana mir?? Pengen kuliah atau pondok dipesantren??”
Tanpa pikir panjang saya jawab, “saya pengen kuliah pak..” dengan nada pelan..
Ayahpun hanya menjawab, “ya sudah, kalau memang kamu pengen kuliah motor bapak nanti bapak jual saja, buat biaya kuliah kamu…”
Saya sempat berfikir, Ya Allah begitu besar pengorbanan ayah saya, motor yang selama ini yang mengantarkan kekebun dijual demi anaknya karena ingin sekolah. Namun entah kenapa sangat sulit keluar dari mulut saya sendiri untuk bilang “makasih pak..” Mulut terasa terkunci, padahal hati saya ingin bicara terimakasih… (terharu melihat pengorbanan orang tua)
Hari itu pun saya semakin bersemangat untuk berdoa dan ikhtiar. Harapan saya begitu besar untuk bisa lulus Ujian Nasional dan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Meskipun pengorbanan orangtua yang begitu besar sampe harus menjual motor kesayangannya untuk biaya kuliah saya.
Waktu yang ditunggu-tunggupun datang. Waktu dimana hasil Ujian Nasional akan segera di umumkan. Teman-teman seangkatan datang bersama orang tuanya.
Pukul 13.30 siang tahun 2007, acara dimulai..
Ketika pembagian amplop kelulusan, semua teman-teman was-was. Penasaran dengan hasil Ujian Nasional, berharap semoga lulus. tiba-tiba…
MUHAMMAD AMIRUDDIN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Giliran saya dipanggil. Bersama ayah saya menerima amplop. Dengan penuh kecemasan kami membuka amplop itu didepan kantor sekolah.
Setelah saya buka dan saya baca, ternyata tertulis di amplop “TIDAK LULUS!”
Dunia terasa gelap, harapan terasa pupus ditengah jalan, dunia terasa tak berputar lagi, jantungpun terasa berhenti berdetak, suasana terasa sepi dan hening melihat teman-teman saling bersalaman dan memberi selamat. Sedangkan saya malah tidak lulus. Saya dan ayah hanya terdiam. Ayahpun tidak bisa berkata apa-apa. Hanya bisa memeluk saya tanpa kata…
Ketika ayah memeluk sambil mengusap punggung saya, desak tangispun muncul perlahan dengan sendirinya tanpa saya sadari… Air mata menetes perlahan… (ini pertama kalinya saya menangis)Yang saya sesali adalah orang tua saya sudah terlanjur menjual motor kesayangannya hanya untuk membiayai kuliah saya. Sedangkan saya tidak bisa membuat mereka bahagia, saya telah membuat kecewa mereka.. saya TIDAK LULUS!!!
Tak pernah sedikitpun saya menyadari pengorbanannya mereka yang begitu besar. Semua sudah musnah. Teman-temanpun berdatangan memeluk saya sambil menangis. Melihat saya tidak lulus, saya merasa jauh dari kehidupan saya sendiri, mendadak terasa asing diantara teman-teman.
Guru-gurupun semuanya memeluk saya, menagis dan memberi motivasi. Pengalaman ini adalah pengalam yang begitu menyedihkan, tidak bisa terlupakan seumur hidup saya..
Sempat saya mengadu sama salah satu guru saya, guru yang selama ini, cukup dekat dengan saya, BUNANI namanya. ( semoga beliau selalu dilindungi Allah dan selalu diberi kesehatan)
“Bu… saya kurang apa?? Saya rajin belajar, saya tiap malam shalat tahajud, saya selalu puasa senin kamis… tapi kenapa saya tidak lulus bu??” (Pertanyaan tuntutan yang tidak masuk akal)
Ibu hanya menenagis mendengar kata-kata yang muncul dari mulut saya itu. Sambil mengelus dadaku, ibu menjawab, “sabar ko nak… pasti ada hikmah dibalik semua ini…”
Keputusasaan saya tidak bisa terobati, stress yang memuncak, deru tangis tak pernah berhenti. Semua satu sekolah hanya berderu suara tangis pada hari itu. Amplop pengumuman selalu saya genggam.. setiap waktu saya buka, berharap tulisan itu berubah.. TIDAK LULUS menjadi LULUS…saya masih tidak percaya kalau saya benar-benar tidak lulus….
Kesedihan saya perlahan mulai terobati, dengan motivasi orang tua, guru, dan teman-teman yang selalu member semngat untuk tetap menuntut ilmu. (semoga Allah melindunginya). Mau nggak mau saya harus ikut PAKET C, paket penyetaraan bagi siswa yang tidak lulus ujian nasional. Bersama teman-teman lain yang tidak lulus saya ikut ujian paket C.
Selagi saya sibuk mengikuti ujian paket C, teman-teman yang sudah lulus sibuk dengan pendaftaran kuliahnya di Palu, ibukota provinsi Sulawesi Tengah. Dengan berbagai macam perguruan tinggi pilihannya; Universitas Tadulako, STAIN, Akbid, Akper, dll. Sedangkan saya masih dikampung mengikuti ujian paket C.
Saya kenal salah satu senior dari UNTAD (pemantau Ujian Nasional waktu itu), kak Fahri namanya. Beliau menelpon di HandPhone teman karena dulu saya belum punya HandPhone sendiri.
“Mir.. kapan kau ke Palu?? Kenapa kau belum mendaftar?? Besok hari terakhir tutup pendaftaran..!”
Saat itu saya tercengang. Saya menjawab, “Maaf kak.. saya tidak lulus Ujian Nasional… ”
Kak fahri hanya terdiam, kemudian berbicara “ya sudah gak apa-apa. Bisa tahun depan.. yang sabar ya..”
Waktu itu ayah mendengar pembicaraan saya dengan kak Fahri. Ayah lalu masuk kekamarnya. Terus keluar membawa plastik hitam, tidak tau berisi apa.
PLAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKK!!!!!!!!!!
Suara plastik itu dibanting dimeja tepat didepan saya.
“kamu pengen Kuliah?????… Kamu pengen merantau?? … Kamu pengen menuntut ilmu???” tanya Ayah saya
“Itu uang motor yang udah terlanjur bapak jual… bapak masih menyimpannya… sekarang kamu berangkat ke Palu dan kuliah disana… Bapak tidak berharap uang itu kamu kembalikan, yang penting kamu pulang dengan banyak ilmu..”
SUBHANALLAH…!!!!! Begitu pesan ayah saya, hati saya tersentuh. Begitu besar pengorbanannya untuk mengkuliahkan saya. Sore itu juga saya langsung meluncur ke desa Mensung, menuju kekediaman panitia pelaksana paket C untuk meminta surat keterangan mengikuti paket C.
Setelah sampe dirumah saya berkemas barang. Saya berangkat ke Palu malam itu juga. Berangkat dengan bermodalkan uang hasil penjualan motor, surat keterangan paket C dan pakaian seadanya. Ketika pamit, hanya ibu yang bisa saya pegang dan cium tangannya dan saudara kandung saya. Sementara saya tidak mendapati ayah saya. Saya tanya Ibu, “mak, endi pa’e mak (ma, bpk dmana)??”
Saya tidak tau ayah bersembunyi dimana. Yang saya tahu waktu itu ayah saya tidak mau menampakkan diri ketika saya pergi..
Perjalanan dalam mobil bus, saya selalu teringat pesan ayah..
“AYAH TIDAK BERHARAP UANG ITU KAMU KEMBALIKAN,, YANG PENTING KAMU PULANG DENGAN BANYAK ILMU”..
Sepanjang perjalanan, kata kata itu yang selalu saya pikirkan. Sekitar pukul 04.30 sampailah perjalan saya diterminal mamboro kota Palu. Waktu itu pas shalat subuh. Berhubung belum punya kos-kosan, saya ngojek langsung menuju kampus UNTAD.
Kampus untad masi gelap. Belum buka, masi jam 05.00 subuh. Saya akhirnya menunggu hingga jam 08.00 pagi, tepat waktu buka pendaftaran dihari terkahir. Ternyata masih banyak juga yang lambat seperti saya, padahal mereka lulus UN.
Antrian panjang pun terjadi. Saya langsung siapkan ijazah andalan saya. IJAZAH PAKET C dan berkas lainnya. Giliran saya pun tiba, ketika menyetor berkas, tiba-tiba panitianya berkata,
“Maaf Dek, PAKET C tidak berlaku tahun ini…”
Jleb. Pupuslah harapanku untuk bisa berkuliah dikampus ini… Uang motor dari ayah seperti tak berguna… Saya langsung duduk dibawah pohon Johar, sambil meratapi nasip saya…
Namun pertolongan Allah datang begitu saja. Tiba-tiba datang mahasiswa senior, gondrong, menyapa saya.
“De kau kenapa??” tanyanya.
“Katanya paket C tidak berlaku tahun ini kak..” Jawabku
Ternyata setelah itu dia membantu saya menguruskan berkasku dan akhirnya berkasku pun masuk. Sekarang saya tinggal melengkapi keuangan. (Semoga senior itu selalu diberi kesehatan, sejak hari itu saya tidak pernah bertemu senior itu lagi)
Jam 16.30 saya selesai urus berkas pendaftaran. Saya disuruh menuju difakultas MIPA untuk mengikuti materi sekaligus pengembilan formulir ormik. Padahal saya tidak tau MIPA itu dimana. Ketika saya sudah menemukan Gedung MIPA, ternyata hari sudah pra ormik. Panita yang melihat saya lambat, langsung membentak saya..
PUSH UP!!!!! MERAYAP!!!!!
Sambil marah, “KAU ITU SUDAH LAMBAT, GONDRONG, BAGAYA LAGI…”
Saya melihat teman-teman sudah di botak semua. Akhirnya kakak panitia mencukur rambut saya. Cukuran mirip jalan tikus, compang camping… Baju pun belepotan dengan lumpur..
Setelah shalat magrib, acara sudah selesai. Waktu itu teman-teman sudah pada pulang kerumah masing-masing, ada juga yang dijemput orang tuanya. Tinggallah saya sendiri. Saya mau pulang kemana?? Saya kan belum punya tempat tinggal??
Dengan inisiatif sendiri saya pun melangkahkan kaki menuju Perdos (Perumahan Dosen, kompleks perumahan yang paling dekat dengan kampus UNTAD). Saya keliling perdos untuk mencari kos-kosan. Akhirnya saya dapat kos-kosan seharga 60 ribu perbulan, kos dengan lebar 2×4 mater dan lampu bohlam hanya 5 watt. Bayangkan! betapa sempitnya kos itu.
Tapi saya cukup bersyukur, setidaknya malam itu dapat tempat untuk berteduh dan istirahat. Ibu kos yang melihat saya bersih-bersih langsung ikut membantu saya, mungkin karena beliau kasihan. Saat saya mau mandi, ternyata air tidak mengalir. Saya baru tahu ternyata air diperdos dijatah 1 minggu hanya 2 kali mengalir.
Ya Allah.. begitu besar cobaan yang telah engkau berikan. Sudah tidak lulus Ujian Nasional, Pertama kali ke kota Palu, sendiri, mau mandi saja pun tidak ada air. Akhirnya malam itu saya lalui dengan tidak mandi. Hanya duduk manis di teras depan kos, sambil menangis..
“SAYA RINDU AYAH, SAYA RINDU IBU, SAYA RINDU KELUARGA, SAYA RINDU KAMPUNGKU..SAYA INGIN PULANG”…
Pengen sekali menelpon Orang tua malam itu, tapi saya belum punya handpone. Maka Lengkaplah penderitaan malam itu..
Hari pertama kuliah, saya langsung dipecayakan sebagai ketua tingkat (ketua kelas). Oh ya, saya kuliah jurusan Biologi FMIPA. Lucunya kebiasaan saya waktu sekolah di MAN Tomini saya bawa di kampus. Ketika dosen masuk kelas, saya langsung berdiri dan berteriak..
BERDIRIII!!!!!!! BERI SALAM!!!!
Teman-teman pun menjawab dengan ragu-ragu, “ASSALAAMUALAIKUM WAROHMATULLAHI WABARAKAATUH..” Setelah itu saya diketawakan sama teman-teman.
Setelah berjalan beberapa bulan saya mulai beradaptasi, saya mulai bergaul dengan teman-teman baru. Juga mulai mengenal bapak-ibu dosen. Saya ingat saya dipanggil oleh Dekan FMIPA UNTAD saat itu, saya ditawarkan untuk menetapi (tinggal) di sekretariat HMJ dalam kampus. Saya berfikir, Alhamdulillah ruangan yang disediakan ber-AC, ada komputer, ada TV, gratis pula.
Saya kuliah dengan penuh semangat, walaupun awalnya agak canggung dengan teman-teman, tapi saya sudah mulai terbiasa. Karir saya pun mulai menanjak. Awal semester saya mendapatkan beasiswa PPA, padahal waktu pendaftaran beasiswa saya tidak yakin bisa lolos beasiswa. Saat penyetoran berkas beasiswa, pihak Tata Usaha heran melihat Ijazah saya.. tertulis Paket C..
“Lulusan paket C kamu Mir?????” Tanya pihak TU
Saya pun dengan malu menjawab, “Iya bu..”
Dan ternyata saya malah lulus Beasiswa. Uang hasi beasiswa tersebut langsung saya belikan 2 buah Handphone. Satu untuk saya pribadi dan satu untuk orangtua saya dikampung. Dengan begitu saya bias saling member kabar dengan keluarga di rumah, setidaknya sebagai obat mengatasi rindu.
Beberapa semester kemudian berjalan. Karir organisasi saya pun mulai nampak. Menginjak semester V saya dipercayakan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Biologi. Karir yang tidak pernah saya sangka-sangka. Saya pun jadi sering mengikuti event-event Nasional, menjadi duta UNTAD mengikuti Event-event Nasional, ke Menado, Balikpapan, Tarakan, Palopo, dll.
Tidak berhenti sampai disitu, setelah menjabat jadi ketua himpunan, saya dipercayakan oleh teman-teman Fakultas MIPA menjadi Presiden Mahasiswa (KETUA BEM) FMIPA. Saking asyiknya saya berorganisasi, saya sampai lupa kalau kuliah saya sudah hampir 6 tahun. Padahal saya sering diingatkan oleh pak Dekan, Pembantu dekan dan Ketua jurusan agar cepat menyelesaikan Studi. (mngkin lantaran terlalu susah masuknya.. jadi memuaskan diri untuk kuliah :D)
Setelah masa jabatan ketua BEM berakhir, saya mulai fokus mengurus skripsi. Dan akhirnya saya menyandang sebagai seorang sarjana S1 pada tahun 2013 dengan IPK 3,23. Suatu predikat yang cukup memuaskan bagi saya. Yang saya tidak disangka ratusan mahasiswa berbondong-bondong member selamat atas gelar s1 saya. (mengkin terlalu lama dikampus, jadi banyak yang kenal :)).
Selanjutnya saya mendaftarkan diri untuk melanjutkan kuliah S2. Alhamdulillah saya mendapatkan Beasiswa BPPDN dari Dikti untuk melanjutkan studi. Saya dinyatakan lolos kuliah dengan beasiswa full di ITB (Institut Teknologi Bandung). Perguruan tinggi yang mendapat predikat terbaik sendonesia
Beasiswa yang saya peroleh 100% bebas biaya kuliah serta mendapat tunjangan hidup 3 juta perbulan. Saya saangat bersyukur dengan anugerah yang telah diberikan untuk saya dari Allah. Ini semua berkat kerja keras dan do’a dari saya dan ortu saya. Dari orang yang sayang sama saya, teman-teman, guru, dan keluarga yang selalu memberi motivasi saya…
Hingga saat ini saya masih menjalani studi S2 saya di ITB, Perguruan Tinggi yang selama ini saya impikan. Akhirnya tercapai juga.
Begitulah teman-teman/adik-adik, sepenggal ini kisah hidup saya, semoga bisa menjadi bahan inspirasi dan motivasi buat kalian.
Bahwa kesuksesan tidak dilihat dari keluarga mana dia dilahirkan.
Buktinya…
Saya, seorang anak yang terlahir dari perkampungan yang kecil, terlahir dari keluarga sederhana, ketika berbicara GAGAP, selalu diejekin oleh teman-teman, tidak lulus UJIAN NASIONAL… akhirnya bisa membuktikan bahwa saya BISA!
Pasti masih banyak orang-orang diluar sana yang lebih parah dan lebih deras badai yang dia hadapi dibanding saya, lebih banyak batuan dalam perjalannya… Saya hanya salah satu orang yang orang yang selalu berteman dengan cobaan itu…
Kadang masalah adalah menjadi teman terbaik untuk mendidik kita menjadi kuat, dan mampu menghadapi terjangan dari badai..
Janganlah perdulikan seperti apa hidupmu.. tapi lihatlah masa depanmu..
Tetap semangat, kerja keras, tak kenal menyerah, dan selalu memohon do’a dari Orang tua…~!!!! Kelak kesuksesan teman-teman akan menyertai.
Bandung, 11 September 2014,
Muhammad Amiruddin
Tinggalkan Balasan