BURUKNYA SKEMA UANG KULIAH TUNGGAL DI UNIVERSITAS TADULAKO

Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
Mulut bisa dibungkam
Namun siapa mampu
Menghentikan nyanyian bimbang
Dan pertanyaan-pertanyaan dari
Lidah jiwaku (WT)

Oleh : Wahyu P.Putra (Presiden Mahasiswa BEM UNTAD)

Uang Kuliah Tunggal atau lazim disebut UKT merupakan suatu sistem pembayaran uang kuliah pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang merupakan pengganti dari sistem pembayaran dengan uang pangkal. UKT adalah suatu sistem pembayaran uang kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa untuk diringkas menjadi satu kali pembayaran tiap semester hingga lulus, tanpa ada pungutan lain selain pembayaran tertentu seperti pembayaran Kuliah Kerja Nyata (KKN), uang praktikum dan lain sebagainya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT) menjadi acuan pemerintah untuk menerapkan sistem pembayaran UKT.

Namun pada faktanya pemungutan selain UKT bagi mahasiswa Universitas Tadulako selalu terjadi. Pada saat Mahasiswa turun KKN masih dibebankan biaya untuk membeli buku panduan, perangkat KKN seperti bendera dan spanduk. Bukan hanya pungutan pada KKN tapi juga kerap terjadi pungutan di beberapa Fakultas seperti yang terjadi di Fakultas Hukum, mahasiswa dibebankan biaya Rp 250.000 untuk pengadaan paving dan tidak diberikan kartu ujian jika tidak membayar dana paving tersebut, di FKIP saat turun lapangan dalam Mata Kuliah Kajian Lingkungan Hidup juga dibebankan biaya kepada mahasiswa. Padahal sudah jelas tertera dalam Pasal 8 Permenristekdikti No.22 tahun 2015 yang berbunyi ” PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma.” Dan jelas tertuang pada pasal 10 Permenristekdikti No.22 tahun 2015 yaitu “Apabila PTN melanggar ketentuan Pasal 8 dan/atau Pasal 9, pejabat yang bertanggung jawab di PTN tersebut akan dikenakan hukuman disiplin sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.”

Selain daripada itu, hal lain yang masih mengganjal dalam penerapan sistem UKT di Universitas Tadulako yaitu UKT Kategori 1 (K-I) dan kategori II (K-II) hanya diberikan berkisar 2,6 % untuk masing-masing K-I dan K-II (sebagai contoh mahasiswa Pendidikan Olahraga angkatan 2015 berjumlah 180 orang namun penerima subsidi UKT nya hanya berjumlah 10 orang) dibuktikan dari KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS TADULAKO nomor : 5005/UN28/KU/2015 tentang PENETAPAN TARIF PEMBAYARAN UANG KULIAH TUNGGAL KATEGORI (K-1), KATEGORI II (K-II) DAN PENETAPAN MAHASISWA UNIVERSITAS TADULAKO ANGKATAN 2015 PENERIMA UANG KULIAH TUNGGAL KATEGORI I (K-I) DAN KATEGORI II (K-II).

Kategori 1 diberikan 2,6% dan kategori 2 juga diberikan 2,6% dari tiap-tiap prodi yang ada di ruang lingkup Universitas Tadulako. Padahal ketika mengacu pada Pasal 5 Permenristekdikti No.22 tahun 2015 poin (1) UKT kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN, dan pada poin (2) UKT kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN (Lampiran yang dimaksud adalah Biaya Kuliah Tunggal dan Uang kuliah Tunggal Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di bawah naungan Kemenristekdikti).

Sudah jelas dikatakan dalam Peraturan Menteri bahwa 5% adalah kuota penerima subsidi UKT paling sedikit, berarti dapat disimpulkan sementara ketika lebih dari 5% mahasiswa ekonomi lemah yang masuk di Universitas Tadulako dalam hal ini penerima subsidi K-I dan K-II, pihak kampus dapat memberikan kuota lebih. Namun sayangnya jangankan lebih dari 5% penerima subsidi UKT, UNTAD hanya memberikan kuota di tiap prodi berkisar 2,6% saja untuk K-I dan K-II, dan menurut kami ini tidak sejalan dengan aturan yang ditetapkan. Ini membuktikan bahwa Universitas Tadulako menyimpang dari aturan Perundang Undangan yang ditetapkan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.


Diterbitkan

dalam

oleh