Kampus VS Asap Rokok

Berbagai universitas sebetulnya telah terlebih dahulu mencoba memerangi rokok di dalam kampus. Secara umum terdapat dua cara untuk mengurangi pengaruh rokok di kampus, yaitu dengan membuat area kampus seratus persen tanpa rokok, atau dengan membatasi efek rokok pada daerah-daerah tertentu. Penerapan kawasan merokok dalam kampus tentu saja adalah bagian dari golongan kedua.

Mengapa tidak dibuat kawasan kampus yang bebas rokok sekaligus? Pertimbangan awalnya, jika seluruh area kampus dijadikan area tanpa rokok, akan ada kesulitan besar dalam menegakkan peraturannya. Belum lagi memperhitungkan dosen dan karyawan yang juga merokok. Jika aturan ini dipaksakan sedang mekanisme penjalanannya belum lancar, bisa jadi seluruh inisiatif ini menjadi sekedar wacana yang mudah diabaikan.

Solusi alternatif ditawarkan dengan mengadakan area-area khusus untuk merokok. Dengan adanya area ini, semua perokok tidak sungguh-sungguh dituntut untuk berhenti merokok. Hanya saja, perilaku merokok mereka akan diatur agar tidak memberi efek negatif besar pada lingkungan, kebersihan, dan orang-orang di sekitar mereka. Peraturan ini akan jauh lebih mudah ditelan oleh kaum perokok.

Sebenarnya, kebijakan penerapan kawasan merokok dalam kampus adalah perluasan dari berbagai dasar hukum yang tegas. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4, kita menemukan pasal 28 H (1) yang berbunyi:

“Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperole pelayanan kesehatan”

Dasar ini kemudian ditegaskan kembali melalui Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 115 dari UU tersebut menyatakan dengan sangat jelas bahwa “tempat proses belajar mengajar” adalah kawasan tanpa rokok. Namun sekilas masih terdapat pertanyaan, apakah kondisi kampus harus disesuaikan dengan pasal 115 atau dengan pengecualian yang disebutkan dalam penjelasan UU tersebut? Dalam ayat (1) dari penjelasan pasal 115, ditemukan suatu klausul yang menyatakan bahwa suatu tempat kerja atau tempat umum dapat menyediakan lokasi khusus untuk merokok.

Jadi yang mana? Jawaban pertanyaan ini dapat ditemukan dalam Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 Nomer 7 Tahun 2011, pasal 1 (2) yang menyatakan bahwa Kawasan Merokok (“Tempat Khusus untuk Merokok”) memang berlokasi di dalam suatu Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun, terdapat masalah lebih lanjut ketika kita meneliti pasal 4 dari Peraturan bersama ini, yang dengan sangat jelas menyatakan bahwa:

“KTR sebagaimana dimaksud oleh pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b (tempat proses belajar mengajar) , huruf c, huruf d, dan huruf e dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar.”

Barangkali sekilas inipun menimbulkan halangan besar terhadap adanya kawasan merokok dalam kampus. Namun, jika diteliti lebih jauh pada pasal 1 (6) dari Peraturan Bersama tersebut, maka didapatlah definisi “tempat proses belajar mengajar”, yaitu di dalam gedung kuliah. Maka, Kawasan Merokok dapat diadakan pada taman dan area lain selain gedung kuliah, yang dianggap sebagai tempat umum selama memenuhi persyaratan yang diterapkan pada pasal 5 Peraturan Bersama.

Perlu ada mekanisme yang rapi, sarana yang memadai, sanksi yang tegas, dan kerjasama dengan mahasiswa untuk membuat kebijakan yang bergigi dan efektif dalam menjadikan Universitas Tadulako yang sehat dan nyaman.

Penulis. Arto Oktavianto (Sekretaris BEM UNTAD 2016)

 

 


Diterbitkan

dalam

oleh