Tabe…!!! Kearifan Lokal Masyarakat Sulawesi Yang Perlahan Mulai Tergerus Oleh Zaman

 

Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia sangat beragam. Ada banyak suku, bangsa, bahasa, adat istiadat, dan kesenian.  Budaya menghargai menjadi sikap langka yang sangat penting dan hurus dikembangkan kembali. “Tabe” merupakan salah satu contohnya terutama untuk wilayah pulau sulawesi.

“Tabe” adalah sikap minta permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe” kata tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah dengan melihat pada orang-orang yang dilewati lalu memberikan senyuman. makna dari perilaku  seperti demikian adalah bahwa “Tabe” simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita.

Budaya “Tabe”  perlahan-lahan mulai tenggelam dalam masyarakat, khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja bahkan sering ditemukan pada kalangan mahasiswa. Entahlah.. apakah ini karena kesalahan orang tua yang tidak mengajarkannya atau karena budaya Barat yang telah mengkontaminasi pemikiran mereka. Mereka tidak lagi menghargai orang yang lebih tua dari mereka, bahkan yang sering saya temukan banyak anak-anak yang memakai kata ‘BROO’ untuk menyapa orang yang lebih tua dari mereka, melewati orang tanpa permisi, bahkan kepada orangtua mereka sendiri.

Budaya “Tabe’ sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak dalam sifat santun dan hormat. Oleh karena Menanamkan sikap “Tabe”  ini dalam menghormati orang yang lebih tua harus selalu diingat dan diutamakan . Sebab “Tabe” merupakan kecerdasan sikap yang akan membentuk dan mendidik anak-anak atau generasi muda agar tercipta Nilai-nilai bangsa yang saling menghormati.

Budaya menghargai jika terealisasikan dengan baik akan mencegah banyak keributan dan akan mempererat rasa persaudaraan. Bahkan saya yakin  jika budaya “Tabe” direalisasikan dalam masyarakat maka tidak ada tempat bahkan alasan untuk konflik.

Tawuran antar pelajar misalnya jika dikerucutkan apa penyebabnya, maka yang kita dapatkan ialah minimnya pengetahuan tentang sikap saling menghormati. Sebab jika anak-anak yang mengenal budaya “Tabe” akan berperilaku sopan dan tidak mengganggu temannya.

Dalam sebuah kesempatan saya sedang berbincang-bincang dengan seorang guru. Ketika sedang asik bincang-bincang ada seorang murid melewati kami dengan tergesah-gesah dengan sedikit berlari tanpa mengucap “Tabe” atau permisi, Spontan guru saya berkata dengan muka memerah

‘….. anak kurang ngajar tidak tahu sopan santun’

Mendengar kalimat itu saya terdiam sejenak lalu bertanya kenapa pak ? guru saya menjawab

‘….tidak tahu sopan santun betul anak itu, lewat didepannya orang tua/guru tidak batabe atau permisi, huuh..’

Mendengar jawaban itu,  saya memahami bahwa budaya “Tabe” itu sangat penting untuk diri sendiri dan orang lain untuk menjaga keakraban, kenyamanan dan persaudaraan.

Budaya “tabe” mungkin terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di daerah Sulawesi. Sikap “Tabe” dapat memunculkan rasa keakraban meski sebelumnya tidak saling kenal. Pada zaman sekarang ini Budaya “Tabe” sudah mulai terdegradasi. Nilai-nilai pendidikan dan karakternya perlahan-lahan mulai hilang, seakan budaya “Tabe” tak mempunyai makna apa-apa lagi bahkan sering diplesetkan.

Budaya “Tabe” merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat sekehendak hati. Nilai yang terkandung dalam budaya tabe adalah tidak membeda-bedakan semua orang, saling menghormati, saling mengingatkan. Budaya tabe merupakan nilai luhur dan budaya lokal yang sangat tinggi sehingga harus dilestarikan untuk menopang kehidupan yang lebih baik serta mengurai danpak dari zaman yang semakin moderen yang banyak menganut budaya kebarat-baratan.


Diterbitkan

dalam

oleh