Sempat Minum Air Cucian, Mahasiswa UNTAD Ini Berbagi Pengalaman Menjadi Mahasiswa PERMATA

Ada yang sudah tahu apa itu Beasiswa Permata ?

Beasiswa Permata adalah Beasiswa Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara. Program Permata digagas oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia (MRPTNI). Dimana mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-tanah air dapat mengikuti perkuliahan di universitas lain pada daerah yang berbeda, selama satu semester. Adapun salah satu syarat untuk mengikuti program ini adalah mahasiswa yang sudah menempuh perkuliahan minimal selama lima semester. Program ini di buka setiap tahunnya.

Nah kali ini, saya akan berbagi pengalaman tak terlupakan selama mengikuti Pertukaran Mahasiswa Tanah Air di Unsyiah Aceh.

Sebelumnya perkenalkan nama saya Sulkifly Tallesang, biasa di panggil Kippo, jurusan Teknik Mesin angkatan 2014 Universitas Tadulako. Alasan saya mengikuti Program Permata, yakni agar saya bisa menimbah ilmu di universitas yang berbeda, bertemu dengan orang-orang baru, belajar mengenal daerah baru dan tentunya bisa jalan-jalan menjelajahi banyak tempat baru.

Pertama kali mendapatkan informasi akan adanya program ini adalah lewat sosial media. Namun apesnya, saya mengetahui infonya deadline mines satu hari sebelum pengumpulan berkas. Tapi, saya pikir ini adalah kesempatan yang jarang saya dapatkan, sehingga harus saya manfaatkan dengan sebaik-baiknyaa. Keesokan harinya, saya pun mendaftar. Ada banyak berkas yang harus dipenuhi seperti surat aktif kuliah, KRS, nilai IPK dan pengalaman organisasi. Setelah berkas lengkap dan dikumpulkan, dilanjutkan lagi dengan proses wawancara. Setelah beberapa hari menunggu, saya pun dinyatakan lolos untuk jalur Pertukaran Mahasiswa ke Universitas Syiah Kuala Aceh.

Ketika mendengar daerah Aceh terlintas dibenakku kota ini dikenal dengan Syariat islamnya dan budaya yang luar biasa. Tentunya ini akan sangat seru. Tak hanya bisa belajar ilmu dalam bangku perkuliahan Unsyiah, juga saya bisa belajar ilmu agama, budaya islam, dan budaya daerah Aceh pula.

Tanggal 29 September 2017, saya pun menginjakan kaki di kota serambi mekkah Aceh. Memang tampak jelas budaya syariat islamnya sangat kental. Terlihat dari perempuan-perempuan yang semuanya berhijab, laki-lakinya yang memakai celana Panjang. Saya menyarankan jika kalian datang ke Aceh sediakan kerudung dan celana kain yang banyak, khususnya untuk muslim.

Sedangkan untuk fasilitas yang saya diperoleh disini cukup lengkap. Mulai dari asrama, kartu mahasiswa, peralatan masak dan uang saku perbulan. Selain itu, kendaraan pribadi pun disediakan, jadi bisa melancong kesana kemari. Semua fasilitas ini yang kalian akan dapatkan bila mengikuti program beasiswa ini.

Awal pertama perkuliahan memang sangat berbeda suasananya, layaknya mahasiswa baru, itu yang saya rasakan. Kadang rasa malu muncul, namun rasa ingin tahu saya lebih besar, maka saya mulai mengakrabkan diri dengan cara memperkenalkan diri ke setiap orang yang saya jumpai, sehingga akan jauh lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini. Saya masuk di jurusan Teknik Mesin Unsyiah, sesuai dengan jurusan ku di Untad.

Para mahasiswanya memiliki pemikiran yang terbuka, ramah dan baik. Mereka menyambut saya sebagai tamu dan wajib untuk dijamu. Penjamuannya sangat unik, yaitu diajak ngopi di warkop. Mahasiswa Unsyiah beranggapan, bahwa ngopi bersama menjadi cara ampuh agar para tamu bisa nyaman di daerah Aceh. Jadi, saya hampir setiap hari ngopi terus, kebetulan saya pun pencinta kopi hehehe.

Sistem perkuliahan di Unsyiah sangat berbeda dengan di Untad, khususnya pada jurusan Teknik Mesin. Mahasiswanya berfikiran maju baik ketika membahas akademik ataupun non-akademik. Menurut saya, hal itu disebabkan karena, fasilitas yang memadai bagi mahasiswa, sistem pembelajaran modern, dan berbagai kegiatan kemahasiswaan didukung dan diapresiasi dengan baik oleh dosen dan birokrasi. Sehingga, selama mengikuti perkuliahan di Unsyiah ada begitu banyak hal baru yang saya dapatkan, baik itu materi baru, pola pikir untuk menjadi sosok yang lebih kreatif dan inovatif, serta sistem pembelajaran baru untuk menunjang akademik.

Selain pengalaman baru, juga ada banyak hal unik yang saya dapatkan selama berada di kota Aceh. Dan selalu saja ada hal lucu yang terjadi. Contohnya, ketika sebelum datang ke Aceh, saya menelpon kawan saya disana untuk menanyakan hal-hal apa yang tidak baik dilakukan disana, lalu kawan saya berkata, jangan menggunakan celana pendek, dilarang gonrong, dilarang pake celana levis, maka saya bawalah semua celana kain. Ternyata ketika tiba di Aceh dan mengikuti perkuliahan, baru saya sadari, bahwa hanya mahasiswa FKIP saja yang dilarang memakai celana levis. Terpaksa saya beli celana lagilah haha.

Juga, ketika mau makan bersama kawan-kawan baru Unsyiah. Saat ingin minum, pikirku cerek (tempat air) berisi air untuk diminum, sehingga tanpa berpikir panjang, saya meminum air dalam cerek itu. Namun anehnya, kawan yang lain tertawa. Ternyata air di dalam cerek itu adalah air untuk cucian tangan sebelum makan, sedangkan air minum diambil sendiri di belakang. Semua warung makan di aceh seperti itu. Jadi nih, kalau kalian mau ke Aceh dan ingin makan di warung, tanyakan dulu, cereknya berisi air minum atau cucian tangan, jangan kejadian yang saya alami pun terjadi di kamu yah hahaha.

Dan yang tidak kalah unik dan kadang menggelitik bagi saya adalah logat orang Aceh yang bagi saya pribadi sangat susah untuk dimengerti. Ketika mendengar mereka berbicara, kosa katanya seperti orang Thailand. Hampir semua orang di Aceh lebih banyak menggunakan bahasa Aceh daripada Bahasa Indonesia. Hingga dosen pun jika mengajar banyak yang mencampur bahasa aceh dan Indonesia.

Aceh sangat kaya akan budaya, sumber daya alam serta parawisata darat dan lautnya. Orang Aceh begitu taat dan patuh pada syariat islam. Disana pun terdapat tempat-tempat wisata islami yang terjaga keberadaannya, seperti Mesjid Baiturrahman, Museum Aceh, dan Museum Tsunami serta masih banyak lagi. Destinasi tersebut menjadi rekomendasi tempat yang wajib dikunjungi oleh para pelancong.

Seperti itulah kisah saya selama berada di kota Aceh dan menjalankan perkuliahan di Universitas Syiah Kuala Aceh. Hanya secuil kisah yang bisa saya bagi, namun harapannya bisa memberi beribu manfaat untuk para pembaca anakUntad.com. Sama seperti apa yang saya dapatkan selama menjalani program Permata. Bertambah ilmu, bertambah kawan, bertambah mandiri, dan paling penting bisa bertambah manfaat untuk orang serta lingkungan sekitar saya.

Terima kasih Universitas Tadulako, karena sudah mempercayakan saya untuk mengikuti program ini. Semoga ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan bisa saya bagi dan aplikasikan di kampus almamater biru Tadulako. Terima kasih Universitas Syiah Kuala Aceh, telah menjamu saya dengan fasilitas yang baik. Terima kasih untuk mahasiswa-mahasiswa, dosen-dosen dan civitas akademik Terknik Mesin Unsyiah, telah menerima dan menyambut saya dengan ramah di lingkungan kalian. Barakallah fiik 🙂


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *