Menuju Aklamasi Presiden Mahasiswa UNTAD 2018 ?

“Loh, kok belum PEMIRA sudah bicara aklamasi?”,
“Sejak kapan?” atau “Yah, lagi-lagi aklamasi”.

Mungkin beberapa kalimat diatas akan menjadi tanggapan yang muncul oleh sebagian pembaca ketika membaca judul di atas. Nah, saya menyarankan untuk membaca tulisan ini sampai tuntas, biar tidak ada kesalahpahaman yang muncul menanggapi judul diatas.

Lanjut, mari bercerita sedikit tentang tulisan yang saya buat kali ini. Tulisan ini bermula ketika sedang menyusuri kampus hari ini, dihari minggu yang sedikit mendung. Ketika sedang asik berkendara dengan sepeda motor kesayangan, saya melihat sebuah baliho terpampang tepat di depan bank BNI kampus (tidak seperti biasanya yang selalu terpampang di depan pintu masuk kampus).

Samar saya melihat ada tulisan ‘PEMILU RAYA’ dibaliho itu. Wah, setelah sekian lama menunggu pesta demokrasi tahunan yang satu ini, di bulan keempat akhirnya akan dilangsungkan juga, pikir saya. Dengan rasa penasaran, sontak saya berhenti dan membaca beberapa tulisan yang tertera disana sembari mengambil gambar menggunakan kamera handphone. Tentu informasi mengenai PEMIRA sangatlah minim didapatkan, karena memang tahun ini berdasarkan informasi kawan-kawan mahasiswa lainnya, UNTAD tidak melaksanakan Kongres mahasiswa sebagaimana tahun-tahun sebelumnya (Upss), entah apa alasannya.

Dari beberapa tulisan yang tertera, kemudian saya fokus menyoroti Jadwal dan persyaratan yang tertera disana (karena ingin membagikan informasi, bukan karena ingin mencalonkan). Dari beberapa persyaratan kandidat yang tercantum dan jadwal PEMIRA, ada sedikit keganjalan menurut pandangan saya pribadi mengenai hal-hal tersebut.

Pertama,
JADWAL PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PENDAFTARAN YANG TERLALU SINGKAT

(13-16 April)

Dibaliho PEMIRA tersebut, tertera tanggal pembukaan pendaftaran 13 April, sementara tanggal penutupan 16 April (Baca : Hanya 4 Hari). Saya beranggapan untuk Pemilu Raya sekelas Presiden Mahasiswa dengan beberapa syarat yang terbilang sulit (pengurusan surat keterangan berkelakuan baik, surat keterangan sehat, aktif kuliah dll) merupakan waktu yang sangat singkat. Terlebih pendaftaran dibuka pada hari Jum’at 13 April sementara 14 April merupakan libur Isra Mi’raj dan 15 April merupakan hari Minggu. Dengan kata lain, tiap kandidat hanya memiliki waktu 2 Hari untuk menyelesaikan seluruh berkasnya.

Kedua,
REKOMENDASI 8 UKM Universitas

Nah, diantara sekian banyak persyaratan, ini mungkin yang saya anggap cukup kontroversial yang melatar belakangi judul di atas. Jika total keseluruhan UKM yang ada di Universitas Tadulako adalah 16 UKM, maka dengan persyaratan ini sudah bisa ditebak hanya dua kandidat yang berkesempatan untuk menduduki jabatan eksekutif tertinggi ditingkat lembaga kemahasiswaan (16:2 = 8).

Lantas bagaimana jika salah satu kandidat paslon Presma telah memperoleh 9 rekomendasi? Tentunya proses aklamasi (pengangkatan calon tunggal) harus dilangsungkan. Hal ini didasari tidak terbukanya jalur independen untuk mencalonkan, toh jika jalur Independen dibuka, saya pikir waktu dua hari tidak akan cukup untuk mengumpulkan KTM mahasiswa sesuai syarat yang ditentukan (itupun seandainya).

Lebih anehnya lagi dari persyaratan yang satu ini, ialah tidak melibatkan BEM Fakultas dalam pengusungan Bakal Calon Kandidat. Bagaimana mungkin Lembaga eksekutif ditingkat Fakultas masing-masing, tidak diberikan ruang untuk memberikan rekomendasi resmi sebagai legalitas dukungan ?

Secara tidak langsung, tidak akan ada Forum Resmi yang membicarakan soal dukungan calon ditataran Lembaga Fakultas seperti Himpunan Mahasiswa Prodi, Himpunan Mahasiswa Jurusan maupun UKM ditingkat Fakultas masing-masing.

Lagi-lagi matinya proses demokrasi dalam kampus menjadi catatan tersendiri saya sebagai mahasiswa. Jika sehari-hari kita sering mengkritisi langkah-langkah elit politik yang cenderung menggunakan politik praktis untuk menduduki jabatan, maka kiranya sedari dini saya pikir kita wajib mengkritisi lingkungan dan diri kita sendiri.

Sun Tzu ahli strategi perang Cina Kuno pernah berkata “Kemenangan terbesar adalah ketika tidak membutuhkan pertarungan”. Saya pikir kalimat Sun Tzu diatas sangat tidak relevan jika diterapkan dalam suatu pertarungan politik dilingkungan intelektual yang tentunya menjunjung tinggi proses demokrasi, lagi-lagi kembali ke esensi mahasiswa dengan konsep ‘Politik Etik Moralnya’.

Terlepas dari tulisan yang saya buat, harapannya tidak menjadi polemik dikalangan mahasiswa, karena ini merupakan opini dan persepsi pribadi saya sebagai Mahasiswa yang juga mempunyai Hak untuk mengungkapkan Pendapat. Tentu penulis maupun pembaca memiliki opininya masing-masing seiring dialektika yang dilakukan dalam proses belajar dalam kampus. 🙂

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya

 


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *