Pendataan dan pengarsipan skripsi yang kurang maksimal di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako menyebabkan skripsi mahasiswa rawan dengan praktek plagiarisme. Kenyataan ini jelas merupakan tamparan keras bagi fakultas di tengah usaha peningkatan mutu pendidikan yang tengah gencar digalakkan. Hal ini jelas membutuhkan perhatian dari pihak fakultas untuk disikapi secepatnya.
Jika di beberapa fakultas, terdapat praktek pembuatan skripsi oleh dosen, maka di FKIP muncul fenomena baru yaitu mahasiswa membuat skripsi dengan “menjiplak” skripsi orang lain. Lemahnya pengawasan, pendataan judul dan pengarsipan skripsi yang kurang maksimal menjadi penyebab maraknya praktek plagiat tersebut. Praktik ini dapat dikatakan sebagai cara baru walaupun sudah lama dilakukan.
Praktek plagiat ini kebanyakan dimulai dari perpustakaan. Lemahnya pengawasan di perpustakaan baik universitas maupun fakultas menyebabkan banyak skripsi yang hilang. Ada aturan di perpustakaan bahwa skripsi tidak dapat dipinjam dan harus dibaca di tempat. Akan tetapi, mahasiswa tidak kehilangan akal. Ada yang nekat mencuri skripsi yang ingin dijiplak. Bukan hanya mencuri, biasanya mahasiswa juga merobek lembaran skripsi yang ingin dijiplak. Akibatnya, banyak mahasiswa yang mengeluhkan tentang skripsi yang hilang baik itu hilang seluruhnya maupun hilang lembaran di dalamnya.
Kebanyakan skripsi yang dijadikan praktik plagiat adalah skripsi dengan tema penndidikan contohnya penerapan tindakan kelas (PTK). Mengapa? Karena skripsi dengan tema tersebut lebih tipis, sering luput dari pendataan, mudah diplagiat, dan relatif lebih kecil resikonya. Setelah mendapatkan skripsi yang ingin di jiplak, mahasiswa yang melakukan praktik plagiat kemudian mengetik ulang skripsi tersebut. Mereka tak lupa mengganti nama sekolah, nama siswa, nama responden, gambaran umum sesuai dengan judul yang mereka angkat. Praktik ini relatif kecil resikonya karena buruknya pendataan judul maupun skripsi yang dilakukan oleh fakultas.
Praktik ini jelas mencoreng nama fakultas dan merugikan banyak pihak. Ketua-ketua Lab selaku pihak yang mengesahkan judul skripsi hendaknya lebih selektif dan ketat dalam menentukan judul yang dipilih oleh mahasiswa. Tentunya kebijakan tersebut juga harus diiringi dengan perbaikan di bidang pendataan judul dan pengarsipan skripsi.
Perpustakaan, baik universitas dan fakultas juga turut bertanggung jawab dalam meningkatkan pengawasan untuk mencegah ulah mahasiswa-mahasiswa “nakal” yang ingin selesai dengan instan. Kalau perlu di perpustakaan dilengkapi dengan kamera CCTV dan penjaga di setiap sudutnya. Perpustakaan merupakan tempat menimba ilmu tapi juga tempat yang dijadikan oleh oknum-oknum mahasiswa “nakal” untuk mencari skripsi yang ingin di plagiat.
Praktik plagiat skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa adalah sebagai akibat dari budaya copy paste yang sudah dilakukan sejak masih menjadi mahasiswa baru. Budaya mengerjakan tugas dengan mengandalkan internet, kurang membaca, menyebabkan mahasiswa tidak terbiasa menulis sehingga keteteran saat menghadapi skripsi.
Tidak perlu mempersoalkan siapa yang benar dan siapa yang salah sekarang. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana masalah ini mendapatkan solusi secepatnya. Praktik ini semakin hari semakin meresahkan. Nama baik fakultas dan universitas yang sedang berusaha keras dibangun menjadi taruhannya. Jangan sampai praktik ini menjadi budaya laten mahasiswa yang makin hari bukannya berkurang malah makin menjamur. Masalah ini butuh perhatian dari semua pihak agar tercipta iklim intelektual dan budaya mahasiswa yang positif.
Oleh: Jefrianto, Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Tadulako angkatan 2008