Impian sebagian besar wanita mungkin adalah bagaimana menjadi sosok ibu yang baik untuk anaknya, mengasuh, mendidik, mengasihi, menjaga. Tapi kurasa tidak semua wanita dapat melakukannya. Bahkan sekarang ini aku melihat banyak yang lalai dalam kewajibannya menjadi ibu. Memangnya menjadi ibu itu mudah? Sehingga semua wanita berbondong ingin merasakan, mau punya anak dan suami. Hanya saja masyarakat sekarang mungkin tidak mempertimbangkan hal itu. Mereka hanya berkutat pada paradigma yang berkembang. Bahwa perempuan dewasa, sejatinya adalah menjadi seorang ibu dan istri.
Jika saja kita bisa diam sejenak berpikir, bahwa untuk menjadi seorang ibu yang baik diperlukan tidak hanya kekuatan dan kesabaran, tapi juga kesadaran dan prinsip yang kuat. Jujur saja aku tidak menulis ini untuk mempromosikan diri. Haha. Tetapi rasanya ini sangat diperlukan untuk kita membentuk sebuah generasi yang benar-benar bermutu. Bukan hanya mengikuti arus dan bahkan lepas dari tanggung jawab.
Di drama korea saja, seperti yang kunonton “Reply 1988” (2016). Aku bisa melihat jelas bagaimana polemik seorang ibu dalam mengasuh anak dan juga mengurus suaminya. Bahkan sebenarnya, seorang ibu bukan hanya menjadi ibu untuk anak anaknya, tapi kadang juga untuk suaminya. Apalagi kalau sang suami sudah kehilangan ibu kandungnya. Hidupnya bisa saja bergantung pada istrinya. Lain lagi cerita seorang ibu yang sudah menjanda, hidup dengan gaji pensiun suami yang serba pas serta mendidik anaknya tanpa sosok ayah. Berat pisan yah.
Sebagian besar perempuan yang juga mendapat peran sebagai ibu, kadang harus menjadi akuntan keuangan yang handal bagi keluarga, koki, konseling, dan masih banyak lagi peran ibu diluar sana. Beruntung saja kalau suami dan anak mereka mau membantu atau mendukung kegiatan wajib itu. Kalau tidak? Tapi, sebenarnya semua kembali lagi pada pola pengasuhan. Bisa bayangkan, kacaunya hidup tanpa ibu?
Sampai-sampai pemikiran seperti ini diangkat menjadi film “Mars Needs Moms”. Dalam film itu diceritakan bahwa kehidupan di planet Mars yang serba instan. Bahkan anak-anak disana lahir layaknya tanaman yang tumbuh diatas tanah. Tapi mereka tetap membutuhkan sosok ibu yang dapat memenuhi segala keperluan mereka.
Ada juga film berjudul “Forrest Gump”. Tentang seorang janda yang memiliki anak yang menderita lemah tulang, tapi ia tetap memberi semangat kepada anaknya agar tidak mudah direndahkan oleh siapapun dan melakukan apapun yang terbaik untuk anaknya. Bahkan untuk menyekolahkan anaknya yang memiliki IQ di bawah rata-rata ia rela menjual diri agar anaknya bisa diterima untuk bersekolah. Hingga anaknya menjadi orang yang cukup sukses. Meski ini film bergenre fikis, bukan tidak mungkin memiliki impact bagi yang menontonnya.
Dibalik semua kebutuhan sempurna itu, sebenarnya kita juga tidak dapat memaksakan akan adanya kekurangan pada diri setiap perempuan. Meski tidak harus cantik, keterampilan menjadi sosok ibu itu sangat urgent. Minimal, bisa memasak dan menyetrika baju. Dua kombinasi tadi boleh lagi dikembangkan, seiring berjalannya waktu. Yang jelas, persiapan untuk membina rumah tangga bagi calon ibu tidak kalah mudah bagi calon ayah. Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk mempromosikan diri XD.
Memangnya siapa lagi yang sanggup mengurusi keluarga, dengan anak lebih dari 1. Mempersiapkan mereka sekolah, segala kebutuhan mereka, mendidiknya. Belum lagi urusan rumah, membersihkan, mengatur, menjaga keasrian. Kadang aku berharap jika saja aku dilahirkan sebagai laki-laki. Tapi, dibalik semua itu aku juga bangga dilahirkan sebagai makhluk yang mulia dengan segala tanggung jawabnya.
Menjadi sosok ibu, sekali lagi tidak mudah. Sewajarnya, para perempuan dan laki-laki bisa menyadari kenyataan itu dan tidak berbuat semena-mena dengan apa yang mereka miliki di tubuh mereka. Maksudku, seks bebas dan lainnya hingga hamil di luar nikah. Sayang sekali bukan, masa muda yang seharusnya kita gunakan untuk berkarya dan berkembang malah harus dikorbankan.
Setidaknya, jikalau kita memang menghormati sosok ibu. Bukan hanya dengan bersorak di hari ibu, tapi tunjukkan secara nyata. Bahkan menurutku, membuat hari ibu belum cukup untuk mengungkapkan terima kasih kita. Ibu pada prinsipnya tidak hanya sosok yang melahirkan dan mengasuh seorang anak. Kadang aku ingin mewakili perasaan perempuan diluar sana yang tidak diberi kesempatan untuk memiliki anak. Tetapi karena mereka memiliki rasa berkorban yang tinggi, dan kasih sayang yang tak pernah surut. Perempuan manapun pantas menjadi sosok ibu.
Tulisan ini semata-mata dibuat untuk memberikan pemahaman bagi perempuan yang ingin menjadi calon ibu. Mereka harus benar-benar siap, tidak hanya bergantung pada naluri semata. Tentu kalau kita selalu mengusahakan yang terbaik, tidak akan ada yang sia-sia. Nyatanya tidak perlu terus larut dalam kekaguman kita terhadap ibu-ibu strong di luar sana. Hendaknya kita mempersiapkan diri saja.
————————–
Karya ini diikutkan dalam Lomba Menulis Spesial Hari Ibu yang dilaksanakan oleh anakUntad.com
AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya |
Tinggalkan Balasan