Idealisme Mahasiswa dan Realitasnya Hari Ini

ilustrasi
ilustrasi/anakuntad.com

Mahasiswa merupakan sosok pemuda yang identik dengan manusia intelektual, pembelajar, idealisme, semangat, kritis terhadap permasalahan, kegairahan dan lain sebagainya. Idealisme merupakan komitmen yang mengakar kuat dalam diri yang terwujud dalam berbagai sikap dan tindakan. Sesuai dengan fitrah idealisme , yakni mewujudkan negara yang aman, damai, makmur, dan berwibawa.

Mahasiswa yang berperan Sebagai “Iron Stock” ( mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya ).2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value” (mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat 3. Mahasiswa Sebagai “Agent of Change” (mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan) .

Namun Saat ini, sejujurnya mahasiswa kehilangan jati dirinya yang semakin kabur bahkan abu-abu. Jika dulunya mahasiswa terlihat garang terhadap birokrasi dan pernah menjadi momok menakutkan bagi aparat birokrasi yang berkuasa saat itu,Gerakan mahasiswa saat ini menjadi mandul. Idealisme yang diagung-agungkan sejak masa lampau akhirnya dengan sendirinya tergerus oleh zaman yang menghadirkan persaingan yang tidak sehat. Mahasiswa tidak berdaya lagi dihadapan para birokrasi.

Mahasiswa sekarang telah diwarnai oleh kemilau kepentingan semu. Idealisme mereka terpecah menjadi dua bagian. Pertama, mereka yang terus mengusung pergerakan. Pada kenyataannya, mereka yang seperti itu juga terpecah lagi menjadi dua golongan, yaitu mereka yang dirinya untuk pergerakan, dan mereka yang pergerakan untuk dirinya.Mereka yang dirinya untuk pergerakan. Merekalah orang yang jujur, tidak munafik, memegang prinsip, dan istiqomah. Benar tetap benar, dan salah tetap salah. Merekalah mahasiswa yang dirindukan kehadirannya oleh negara ini, guna memperbaiki keterpurukan bangsa ini.Sedangkan mereka yang pergerakan untuk dirinya. Inilah yang membuat kita patut bersedih.menganggap dirinya idealis,padahal hanyalah kemunafikan .Mereka berani memperjualbelikan harga dirinya, lebih parahnya, menginjak-injak perjuanganya sendiri.Itulah realitas yang sesunggunya.

Bennedict Anderson, menyebutkan dalam bukunya bahwa definisi “pemuda” sejak revolusi kemerdekaan  sampai  menjelang orde lama mereka selalu dikaitkan dengan “dimensi politik”. Akan tetapi setelah Orde Baru berkuasa bukan hanya terjadi degradasi makna bahkan dekadensi. Pergesaran makna “Pemuda” menjadi “Remaja”. Artinya hasil dari depolitisasi pemerintah Orde Baru, Pemuda mengalami pergeseran makna yang dulunya memuat dimensi politis, menjadi “Remaja” yang berkaitan dengan soal gaya hidup. Disinilah Mahasiswa menjadi massa yang mengambang . Mahasiswa menjadi kalangan yang seringkali “galau”.

 Bercermin pada Idealisme mahasiswa dulu

Idealisme mereka terlihat pada pergerakan yang terobsesi dari keinginan mengusir penjajah. Di zaman penjajahan Belanda, lahirlah gerakan Budi Utomo tahun 1908, dilanjutkan tercetusnya sumpah pemuda 28 oktober 1928.Selanjutnya, pergerakan mahasiswa angkatan ’66 yang meneriakkan Tritura (Tiga Tuntunan Rakyat), sekaligus penggulingan kekuasaan Soekarno, yang pada saat itu sudah ingin berkuasa seumur hidup. Angkatan ’74 yang menorehkan tinta sejarah MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) dengan tuntutan otonomisasi Negara dari intervensi asing dan penyikapan isu NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus). Gerakan mahasiswa Indonesia angkatan ’78 pun memberikan sumbangan sejarah dengan mengangkat isu realisasi demokrasi, transparansi, akuntabilitas, serta pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan icon menolak Soeharto sebagai calon presiden. Dan akhirnya, angkatan ’98 mampu menghancurkan kekuasaan bercorak militer dan represif rezim orde baru dibawah naungan rindangnya pohon beringin selama 32 tahun, Soeharto. Gerakan mahasiswa pun berlanjut ke tahun 2001 dengan pencabutan predikat presiden dari Gusdur, gitu aja kok repot!
inilah para mahasiswa pada dekade ini layak berpredikat negarawan. Pergerakan mereka semata-mata untuk negara.

Jika pemuda duluh berikrar dalam satu bangsa,satu tanah air dan satu bahasa,maka sekarang pemuda berikrar pada satu rupiah , satu EGP(emang gue pikirin), dan satu galau. Rata-rata mahasiswa seperti itu termasuk di kampus universitas tadulako. Hal ini tidak sepatutnya di salahkan bagi mereka,tradisi kampus yang masih menjadikan nilai adalah segala-galanya, mahasiswa di arahkan jadi pekerja bukan pencipta lapangan.Inilah kesalaah fatal kampus-kampus di indonesia termasuk kampus universitas tadulako. Akibatnya, boro-boro memikirkan rakyat dan negara, memikirkan dirinya sendiri belum bisa.

Harapan buat mahasiswa sebagai agen perubahan yang berlandaskan pada tridharma perguruan tingg i ,sangat dirindukan kembali membawa perubahan yang berarti buat negeri ini dan bangsa ini khususnya untuk kedaulatan rakyat. Sesuai dengan cita-cita mewujudkan negara yang aman, damai, makmur, dan berwibawa. maka, sebagai mahasiswa yang notabene beridealis harus mempersiapkan tiga persiapan .Petama, merekontruksi solidaritas gerakan. Kedua, memupuk jiwa nasionalisme yang bangga terhadap jati diri bangsa ini. Ketiga, sampaikalah, bela, dan perjuangkan kebenaran hingga tetesan darah terakhir.

– JUSMAN,
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNTAD

 


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *