Bukan Malam Tahun Baru Biasa

Apa-apaan ini ? kenapa semua temanku membuat kotor media sosialku dengan pengumuman-pengumuman yang bahkan otakku sudah bosan menerima tentang itu. Hanya tentang itu, tentang malam tahun baru, yang juga sudah kulingkari rapi di kalender kamarku.

Teman, tidak perlu seperti itu. Tentang malam tahun baru itu, aku sudah menyiapkan sesuatu.

Kamu perlu tahu, aku ini seperti kebanyakan pemuda yang hidup di zaman milenial. Pemuda yang selalu ingin mencoba hal-hal baru. Yah sama seperti orang lain pada umumnya. Tapi sungguh, hal itu terlihat nampak berbeda pada diriku. Semua hal baru itu, kadang ku ekspresikan dengan sangat terlalu. Maka apabila beberapa temanku mendapat predikat di khalayak umum sebagai anak hits, maka aku dihadiahi kata alay untuk semua aksiku itu. Pun seperti malam tahun baru sebelum-sebelumnya, aku sudah menerima dan bahkan memberi tawaran kepada teman-temanku untuk mengekspresikan diri dimalam tahun baru itu.

Media sosial ku seperti tak mau berhenti memberi kabar itu. Terlebih di Whats App kepunyaanku.

Whats Appku bergetar tak menentu, banyak chat berhamburan. Grub-grub ku seakan saling berlomba menunjukkan rencananya di malam tahun baru.  Saling berkompetisi memperebutkan kehadiranku untuk bergabung di acara mereka. Ini yang membuat kesalku memuncak sebenarnya, otakku selalu tak bisa menerima keegoisan mereka. Hingga, terjadi kelumpuhan pada otakku saat kuterima sebuah pesan yang belum berani ku buka. Pesan yang di kirim oleh seseorang yang hanya memperlihataan gambar silued di foto profilnya itu. Hatiku berkecamuk mencoba mengembalikkan fungsi otakku. Gemetar tanganku saat ku coba baca pesan misteri dari orang yang sudah ku kagumi sejak dulu itu.

Umur manusia tidaklah lama. Kadang memang tak terbayangkan, 50 tahun seberapa panjang. Tetapi setelah di jalani, tanpa terasa begitu cepat terlampaui. Orang sering mengeluhkan ketertinggalnnya di banding laju umurnya”

Begitu bunyi pesan singkat yang ku baca darinya. Walau hanya termuat beberapa kalimat namun sungguh,  membuat jantungku berdegup tak menentu. Seperti berlomba melaju dengan getar tanganku.

Aku sudah tak bisa memikirkan dengan baik rencana malam tahun baru ku. Otakku terfokus oleh pesan singkat yang beberapa menit lalu telah ku baca. Aku tau betul, pesan itu mengarah ke rencana malam tahun baru ku.

Setelah beberapa detik mengumpulkan sisa-sisa mentalku, ku beranikan diri menekan tanda panggilan di layar Whats app handphone ku. TERHUBUNG. Jantungku semakin berdetak tak tau arah. Hati dan otakku saling beradu. Otakku tak mau memikirkan pesan itu, tapi hatiku merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Bagaimana mungkin tanganku berani menekan tombol itu ?

Sudah terhubung…

Lidahku terasa kelu tak mampu berbicara.Dari arah sebrang telepon terdengar suara,

memang waktu tak bisa di cegah, ia terus berjalan, berputar menapaki pergantian siang dan malam. Berulang-ulang, tau-tau tahun sudah berganti. Belum lama rasanya pergantian tahun, kini akan terulang kembali”

Hanya satau kata yang bisa ku ucapkan dalam percakapan itu, “iye”. Kondisi ragaku masih sama seperti semula. Suara itu kembali bergumam.

Nah, apakah yang kita rasakan dengan pergantian waktu itu? Umur bertambah itu sudah jelas. Tetapi apakah yang kita dapatkan dari pertumbuhan umur itu? Coba cermati pertambahan umur itu, sesuatu yaang tidak mungkin bisa kita hindari”.

Kembali inging ku coba menjawab dengan kata yang sama seperti sebelumnya, namun apalah daya, rasanya bibirku terekat oleh lem, sehingga tak mampu terkata. Hingga kembali terdengar suara itu.

Usia setiap makhluk ada batasnya. Batas itu yang sudah ditetapkan oleh Allah, yang di sebut ajal. Jatah itulah yang dibagi dalam tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik yang ditapaki sejalan dengan denyutan jantung makhluk-Nya. Setiap penambahan waktu satu detik berarti pengurangan jatah umur satu detik pula. Jika kita tak pernah sempat mengingat-Nya, dan waktu terus berjalan, ajal pun akan semakin mendekat”

Terdengar suara hembusan nafasnya, dan kembali melanjutkan,

tiga kali Allah menegaskan, bahwa setiap yang berjiwa akan mati, dengan lafal yang jelastermuat dalam firman-NyaQ.S Ali-Imran:185, Al-Anbiya:35, Al-Ankabut : 57. Jangan sia-siakan umur kita, kalau tak ingin menyesal selama-lamanya. Sedang sesal satu jam saja sudah sering membuat kita dongkol, bisa berakibat berhari-hari di rundung ketidakenakan. Makan tak bernafsu, semuanya serba salah. Apalagi sesal seumur hidup”.

Seperti mayat hidup. Itulah kondisi ku saat ini. Aku tertunduk. Lututku tak mampu lagi menopang tubuhku ini. Lantas aku berbisik dalam hati. Apa yang bisa aku lakukan setelah mati? Menyesali hidup? Tak akan berguna!

Berkali-kali suara di balik telepon itu memanggil namaku. Berusaha menanyakan kondisiku setelah panjang lebar bersua. Ia tampak tahu keadaan ku sekarang. Hingga ia kembali berkata,

jangan biarkan sesal itu hadir, sekaranglah waktunya. Pertaruhan nasib itu masih bisa kita lakukan. Bukankah sekarang kita masih hidup? Mungkin nanti sebelum malam tahun baru itu tiba, ajal itu benar-benar akan datang. Bahkan bisa saja sebelum kamu mendengarkan semua cerita ku ini. Segala sesuatu mungkin bisa saja akan terjadi. Tetapi seberapa sedikit pun, kesempatan itu masih ada. Allah masih memberi kelonggaran, agar kita menetapkan keyakinan yang kuat, untuk memperbaiki hidup ini. Yang terjadi itulah yang mesti kita evaluasi”.

Sebelum menutup telepon, ia memberiku kata-kata penyemangat.

Tak kuasa, air mataku jatuh tertumpah tak terbendung. Rasanya sakit sekali. Ada perasaan marah dalam kalbu ku. Tapi, bukan pada orang itu. Bukan juga pada diriku. Aku tak tau harus marah kepada siapa.

Rencana malam tahun baruku bagaimana?

Ku coret merah kalender di kamarku. Tawaran yang ku lemparkan ke teman-temanku mendadak aku batalkan. Tawaran yang sudah ku terima pun tak bisa lagi ku indahkan. Malam tahun baru di pergantian tahun kali ini ku putuskan tidak akan bersama siapa-siapa. Tidak ada pesta. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku berpasrah. Semua yang sudah ku lakukan di masa lalu itu betul-betul menghantuiku. Malam tahun baru kan ku isi berharap ampunan-Mu. Aku berusaha berpasrah. Ku serahkan semua hanya kepada-Nya.

Ku tatap kalender yang sudah penuh coretan pada tanggal 31 Desember. Ku katakan dalam diriku “Aku Bahagia”. Bahagia dengan rasa yang tersisa, rasa di malam tahun baru yang tak biasa.


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *