#2 – Aku yang Memulai? (Sebuah Cerita)

“Setelah Dua tahun, kini aku mulai menanyakan lagi, siapa yang memulai kisah ini? Mungkin kamu bisa membantuku menjawabnya. Jangan pura-pura lupa! Segala rasa luka dan bahagia harus dipertanggung jawabkan bersama. Meski kini kisah panjang itu mungkin telah kau Usaikan sendiri.”

Beberapa hari sebelum Orientasi Akademik (Ormik) mahasiswa baru 2014, aku rasa semuanya baik-baik saja. Aku banyak menghabiskan waktu dikost. Yah kalau mau keluar untuk jalan-jalan, mau kemana dan dengan siapa? Aku belum punya banyak kenalan dan belum hapal banyak jalan di kota ini.

Sehari sebelum ormik, malam itu selepas magrib HP-ku berdering. Ada sms masuk dari nomor baru. “Jangan lupa untuk ormik hari pertama besok, persiapkan diri jangan sampai terlambat datang. Jangan lupa istirahat malam ini” isi sms itu, ingatku samar-samar. Aku tak membalasnya, selain karena nomor itu tak ku kenal, aku juga kehabisan pulsa, hehehe.

Keesokan harinya, ormik pertama yaitu ormik Universitas. Pagi-pagi buta, jalanan sudah dipenuhi orang-orang berseragam hitam putih. Yah ciri khas maba saat ormik, dengan para lelakinya yang botak dan wanitanya yang berkerudung hitam juga berambut kepang. Benar-benar moment yang tidak bisa dilupakan. Aku dan mahasiswa baru lainnya mengikuti kegiatan pembukaan ormik Universitas. Yah hari pertama ormik sangat melelahkan, dan membosankan. Saat itu, aku berada di fakultas FISIP tepatnya digugus dua. Benar-benar membosankan saat itu. Tak sengaja aku membuka sms semalam. Aku mulai penasaran dengan sms itu, siapa yang mengirimnya. Dari pada bosan, aku iseng membalasnya.

“Maaf ini siapa yah?” aku berbasa-basi. Tak menunggu waktu lama, orang itu membalas smsku.

“Saya, kakak yang sering ba ganggu kau. Tebak siapa!” balasnya.

Ah sepertinya aku tahu dia siapa “Hmm, ka’ Bagas?” jawabku.

Hehe, iya” balasnya.

Nah, benar dugaanku. Tapi, darimana dia dapat nomor HP ku? “Oh, kakak dapat nomorku dari mana yah?” tanyaku lagi.

Hehe ada pokoknya. Kau lagi ba apa?” tanyamu

Lagi ba terima materi” jawabku seadanya.

Oh iye, itu materi dari awal sampai akhir dirangkum neh. Besok di Ormik Fakultas mau dikumpul hasil rangkumannya.” Jelasmu.

Hah? Serius kak? Ya ampun, tidak ada yang kasih info sebelumnya” aku kesal.

Yah pokoknya bikin rangkuman memang. Ade digugus berapa ini?

Iye dan, digugus dua kak

Oh, saya ada digugus satu. Nanti saya jalan-jalan kesitu” katamu.

iye kak. Hm kak, bagaimana ini? Sudah waktunya shalat dzuhur tapi di Fisip tidak ada air buat wudhu” tanyaku. Tapi kau tidak membalas smsku lagi saat itu. Aku kesal, tambah lagi saat itu kau tidak datang sama sekali ke gugus dua seperti katamu. Tapi sudahlah, tidak apa. Aku tidak berharap lebih. Hari itupun berlalu begitu saja, malamnya kau mengirim sms yang hampir sama dengan malam sebelumnya. Tapi karena kecape’an aku mengabaikannya.

Ormik hari kedua, Ormik Fakultas. Aku bersama mahasiswa baru lainnya berjalan kaki menuju FKIP. Langit belum terang, matahari belum menampakan kecerahannya. Suara keras dari beberapa senior, panitia ormik yang berteriak, meneriaki para Maba yang baru saja datang. Ahh ciri khas masa orientasi di Indonesia.

Aku ingat saat itu, aku melihatmu lewat mengendarai motor, memakai helm kuning dengan potongan rambut baru. Entah, aku tak bermaksud untuk memperhatikan, hanya saja aku mengingat itu dengan jelas, bukan karena sengaja, aku tak tahu alasannya apa. Dari semua bagian saat aku menjadi Maba, aku mengingat jelas hampir semua bagian tentangmu. Padahal saat itu aku sama sekali belum miliki rasa apapun, untuk siapapun, termasuk kamu. Kau berdiri di persimpangan, memberi arahan kepada Maba yang lewat untuk menuju tempat berbaris yang telah disiapkan, tanpa berteriak-teriak seperti panitia lainnya. Saat itu kau tidak mengenaliku, mungkin karena semua nampak sama dengan pakaian hitam-putih dan atribut yang kami pakai saat ormik. Aku berjalan terus menuju tempat berbaris. Sesampai dibarisan, entah kegiatan apa saja yang dilakukan saat itu. Kami di arahkan ke panggung utama, dimana kami berbaris dan duduk rapi berdasarkan prodi masing-masing.

Hanya saja ada yang aneh waktu itu, beberapa kali aku sadar, kau lewat disampingku. Yah entah, kau suka mondar-mandir, singgah disatu tempat dan tempat yang lain lagi. Dan yang anehnya, kau singgah hanya ditempat barisan perempuan saja, dari barisan di salah satu prodi ke prodi lain. Aku rasa aku tak suka, yang aku pikirkan, kenapa tidak singgah disini? Bukannya waktu itu kau mengirim sms padaku. Terus kenapa mondar-mandir tanpa singgah atau menyapa sedikitpun. Aku hanya bingung, tanpa menaruh curiga atau perkiraan buruk apapun. Tapi aku membiarkannya dan tidak menyapamu duluan. Sampai saat setelah shalat dzuhur dan makan siang. Kau mengedarkan absen Maba di barisan prodi Biologi, tanpa sengaja kau melihat dan menyapaku.

Percakapan singkat dan seadanya pun terjadi antara aku, kau dan teman-temanku. Dari percakapan itu, aku tau bahwa tugas membuat rangkuman materi yang kemarin kau katakan itu hanya berlaku untukku saja. Wah.. Itu percakapan yang tak adil, sampai sekarang aku kesal, saat aku sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan bodohku dulu. Kenapa kau tak singgah atau menyapaku dibarisan? Dan malah singgah dibarisan cewek-cewek lain, tapi dibarisanku tidak? Bukannya kau sudah mengirim sms padaku duluan, bahkan kita sudah sms-an, harusnya kau mengenali aku kan? Apa sebenarnya salah yang aku buat? Sampai aku harus membuat rangkuman sebanyak itu. Itu semua hal bodoh, yang dulu sangat ingin aku tahu jawabannya. Tapi sekarang semua jawaban itu membuatku ingin lupa ingatan saja.

Ormik pun berjalan dengan semestinya, empat hari yang melelahkan terlampaui juga. Aku rasa aku mulai memikirkanmu, kau tidak lagi mengirimi sms beberapa hari ini. Aku pun tidak mau mengirim sms duluan. Aku malu, takut juga kalau ini akan menjadi semakin jauh. Tapi pikiranku menjadi tidak fokus, rencana awalku datang ke kota ini goyah. Awalnya aku mau belajar, yah fokus belajar saat kuliah. Tanpa menyentuh atau mendekatkan diri dengan urusan cinta. Tapi, dasar hati yang seenanknya sendiri menaruh rasa. Yang kadang bermusuhan dengan logika. Aku gagal mengatur fokus dan akhirnya jatuh cinta.

Butuh waktu lama buatku mengakui perasaanku, bukan mengaku padamu atau ke orang lain. Tapi mengaku pada diriku sendiri. Karena aku benar-benar tidak menyadari. Yang aku tahu aku hanya ingin mencoba, bagaimana rasanya jadi anak kuliahan? Punya banyak teman baru, dan dekat dengan senior. Untuk dekat dengan mu aku tak punya tujuan apapun, aku hanya ingin mencoba. Sampai saat ini, aku atau bahkan kau pun tak tahu. Siapa yang memulai semua ini? Kau, atau aku yang memulai? Aku ingat, saat pertama kau menyatakan perasaanmu dulu, dan aku terlalu bodoh untuk percaya saat itu. Apa kamu juga ingat?

Aku ingat, saat pertama kali kau berkunjung ke kost ku. Malam itu aku menjemputmu didepan lorong kost ku. Lalu kita berbincang, berbicara entah tentang apa saja diteras kostku. Tak lama setelah kakakku datang, kau pamit pulang. Malam itu menyenangkan, akupun jadi tahu kau adalah senior yang baik.

Hanya saja berbeda rasanya saat dikampus, aku rasa ada jarak nyata, bahwa aku ini junior dan kau senior. Tapi kau selalu meyakinkan siapa saja, bahwa jarak itu tak berarti apa-apa. Aku kagum denganmu, kagum karena kau seniorku atau kagum karena ada hal lain?

Beberapa hari selanjutnya, tepatnya malam itu. Aku ingat, kalau saat itu aku sakit gigi. Penyakit lama yang tiba-tiba kambuh lagi. Kebetulan atau apa, ada sms masuk dan itu darimu. Dan karena kau tahu aku sedang sakit, tiba-tiba saja kau sudah ada didepan kostku.

Ya ampun, apa yang kau pikirkan saat itu? jauh-jauh datang dari tempatmu ke kostku Cuma untuk antarkan obat. Aku heran denganmu. Aku merapikan diri sekenanya dan langsung menuju keluar. Kau datang memakai celana jeans dan baju kaos hitam bergambar band Kotak. Kau memberiku obat-obatan yang entah apa semua. Aku masih saja gelisah, tidak habis pikir pokoknya. Kenapa ada orang seperti kau? Lain kali mungkin aku tidak akan bilang apa-apa kalau sakit lagi. Setelah mengantarkan obat kau pun pulang.

Tak lama setelah itu kau mengirim sms lagi. Percakapanpun berlanjut, aku yang terlanjur penasaran akhirnya menanyakan kenapa kau terlalu baik padaku.

Emm, kak saya mau tanya sesuatu sebenarnya?” aku penasaran.

Tanya apa?

Kenapa kakak mau jauh-jauh antar obat kesini tadi? Terlalu baik kakak ini

Tidak usah dibilang alasannya, yang jelas ini ada kaitannya dengan salahmu sama saya, yang saya bilang diormik waktu itu” jelasmu.

Hah? Bilang saja kak. Biar saya tidak penasaran. Kasih tahu saya apa salahku sama kakak sebenarnya.” Aku makin bingung.

Ingat-ingat saja salahmu itu apa?” balasmu

Saya betulan tidak tahu kak, kalau saya tahu pasti tidak ba tanya lagi.” Aku mulai kesal. “Apa gara-gara saya pakai sandal waktu itu?” aku menebak-nebak.

Bukan” jawabmu

Apa dan kak? Kasih tahu saja” aku makin penasaran.

Sebenarnya salahmu sama saya itu, karena kau bikin saya suka sama kau” balasan mu mengagetkan. Aku kaget, dan membaca sms itu berulang-ulang. Siapa tahu aku salah membaca. Tapi tetap tulisan disms itu tidak berubah. Apa ini? Aku harus jawab apa? Aku tak membalas sms itu. Kau pun mengirim sms lagi beberapakali, dan aku masih tidak tahu harus membalas dengan kalimat apa. Sampai tiba-tiba kau menelfonku malam itu.

Yang jelas aku tahu, malam itu aku tak membalas atau pun menolak.  Setelah menerima telfon darimu, tak terjadi apa-apa. Hanya aku yang semakin bingung dengan perasaanku. Kau juga tak menuntut jawaban, karena kau tak bertanya, kau hanya memberikan pernyataan atas perasaanmu. Dan hanya kau yang tahu kebenaran tentang rasamu itu. Kau bilang, kita jalani saja dulu. Nanti jika sudah ada kesempatan dan keyakinan untuk membalas pernyataanmu, kau memintaku untuk menyampaikannya. Aku turuti saja maumu, karena aku sendiri tidak tahu apa mauku. Dari situ, kedekatan antara aku dan kau semakin menjadi. Smsan, telfonan, jalan-jalan, kita melakukannya tanpa perlu status dan kejelasan untuk beberapa saat kala itu.

Diluar dugaan, sejak saat itu ternyata hubunganku denganmu terus berlanjut. Tak akan ku ceritakan dengan rinci seperti sebelumnya, yang jelas selama dua tahun, kisah cinta yang putus nyambung sudah kita lewati bersama. Apapun alasan yang menjadi sebab kita berpisah semestara saat itu, akan selalu membuatmu kembali lagi padaku begitupun sebaliknya. Mungkin saat itu kita sama-sama terbuai dan lupa, bahwa takdir bisa saja berubah. Atau dari awal kita memang tidak ditakdirkan bersama. Entahlah..

Sampai saat setelah dua tahun, kau tiba-tiba bilang menyerah dan ingin menyudahi semuanya tanpa memberi penjelasan apa-apa. Tentu saja aku tak terima. Tapi tetap saja kau pergi seenaknya, hingga butuh waktu lama untukku menyembuhkan luka.

Hei.. Jika kamu membaca ini, aku ingin menyampaikan terimakasih banyak. pilihan mu untuk berakhir saat itu ternyata tepat. meski aku nyaris berlarut dengan patah hati terhebat yang kau buat. Terimakasih atas waktu dua tahun yang kau akhiri hanya dalam hitungan detik. Aku tau, aku pantas berbahagia atas hidupku, begitupun kamu. Setelah satu tahun berlalu semenjak itu, akhirnya aku memutuskan bukan kau yang pantas diperjuangkan. Atas kisah dua Tahun itu aku masih penasaran. Apakah aku yang memulainya? Lantas kau yang menyudahinya duluan.

Sudahlah, sekarang kau sudah berbahagia dengan perempuan lain disampingmu. Aku pun akan mencari bahagiaku. Berkatmu aku kini jadi lebih kuat, dan aku pastikan kini kau bukanlah orang yang tepat bersanding dengan wanita kuat sepertiku. Selamat melanjutkan hidup masing-masing tanpa melupakan kisah panjang yang mungkin telah usai ini Tuan.

-SELESAI-

Lanjutan dari Cerita :

 

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *