Allah menurunkan bencana, musibah dan cobaan yakni agar kita
___________________________
Bagaimana keadaan keluargaku?
Bagaimana keadaan teman-temanku?
Aku menangis sejadi-jadi nya.
Bagaimana tidak?
Kota rantau ku kini hancur berantakan di terjang bencana alam yang kini ramai jadi perbincangan di negeri ini.
Jembatan kuning ikon kebangaan kota Palu sudah rubuh. Sudah tak ada lagi yang bisa dibanggakan di kota ini. Semuanya di sapu rata oleh tsunami yang datang jumat 28 september 2018.
Saya Ainun, mahasiswi fakultas hukum di Universitas Tadulako. Kampus yang sangat ku cintai itu ikut hancur. Aku bukan orang asli Palu. Tapi kecintaanku terhadap kota rantau ku ini sudah tak perlu di ragukan lagi.
Kejadian yang mengerikan itu, memang tidak aku rasakan secara langsung. Memang aku tidak terluka secara fisik. Tapi batin ku tersiksa setiap hari mendengar kabar duka bahwa temanku, seniorku sudah tak bisa di selamatkan lagi.
Hatiku teriris…
Sakit…
BACA JUGA : Kematian
___________________
28 september 2018
Tepat di hari kejadian itu, aku berada di sulawesi selatan untuk mengikuti pertandingan beladiri.
Aku pulang ke penginapan atlit setelah lelah seharian berada di gedung olahraga.
“Sudah mau maghrib, sebaiknya kita pulang” Kataku pada Nunu, teman ku.
Sesampaiku di penginapan, aku menaiki tangga untuk menuju kamarku yang berada di lantai 2.
Kurasakan tangga bergetar hebat
“Astaghfirullah ada apa ini?” Tanyaku khawatir
“Lari keluar !!! Gempa !!!” Teriak Rizka, pelatihku.
Rasa lelah karena bertanding kini di gantikan oleh rasa panik.
Tak lama kemudian, gempa berhenti.
Pelatihku, Rizka menangis.
Kuhampiri dia, “Kenapa menangis senpai?” (Senpai = Sebutan untuk pelatih)
“Gempa yang berkekuatan 7,4 SR. menghantam kota Palu dan sekitarnya. Tsunami datang tanpa di undang. Dan…” Ucapnya terputus
“Kenapa senpai?”
“Orangtuaku disana” sambungnya lemah
Astaghfirullahaladzim, begitu dahsyatnya kah gempa disana hingga terasa sampai di luar sulawesi tengah?
Aku terdiam
Dadaku sesak
Terasa sulit bernafas mendengar kabar bahwa kota rantau ku diterjang bencana.
Bagaimana keadaan keluargaku?
Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan
Hatiku teriris. Tangis ku pecah. Tak ada satupun keluargaku disana yang bisa di hubungi.
Bagaimana keadaan temanku?
Segera saja kuhubungi Riswandy, sahabatku di kampus
“Assalamualaikum” Ucapku ketika panggilan nya sudah tersambung. Namun, bukan jawaban dari salamku yang terdengar melainkan suara teriakan, dan suara jerit tangis disana.
“Ainunn… Ainunn…” Teriak Riswandy
Aku semakin khawatir
“Bagaimana keadaanmu?” Tanyaku
“Aku…” Titttttt
panggilan terputus
Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Menangis sejadi-jadi nya. Ku langitkan doa pada yang Maha Kuasa agar keluargaku, sahabat-sahabatku disana selalu dalam lindungan Allah.
__________________
Beberapa hari setelah bencana alam itu, grub kelas ku di aplikasi whatsapp mulai ramai kembali. Bukan membahas tugas, bukan! Bukan pula mendengar candaan teman-teman kelasku. Tapi, mendengar kabar bahwa banyak teman-teman ku, seniorku sudah banyak yang meninggal dan bahkan banyak yang belum di temukan. Pedih rasanya. Walaupun baru beberapa bulan di Universitas Tadulako, tapi sangat menyakitkan mendengar kabar bahwa ada banyak dari keluarga besar Universitas Tadulako yang tidak bisa tertolong.
Banyak yang kehilangan keluarga, saudara, bahkan kedua orangtua. Ketika seorang anak kecil yang telah kehilangan ibunya di tanya “Dimana ibumu?” Sambil tersenyum ia menjawab “Ibuku di Surga”
Yang bisa dilakukan saat ini hanya satu, yakni sabar.
“Memang sangat sulit untuk bersabar, tapi menyia-nyiakan pahala dari sabar itulah yang buruk” -Abu Bakar as siddiq-
Ayo bangkit ! Karena Tuhan tahu Palu kuat dan kita mampu. Mari kita bersama-sama membangun kembali Palu yang lebih hebat.
AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya |
Tinggalkan Balasan