Palu Bangkit : Langit Cerah Ketika Bumi Berguncang

Saya mencoba mengingat dan merangkai kejadian yang saya alami satu per satu untuk bisa saya tuliskan dan bagikan ke teman-teman dan untuk Palu Bangkit. Cerita ini sungguh luar biasa untuk saya pribadi. Saat itu langit cerah ketika bumi berguncang. Mungkin tidak se-wah kisah dari korban yang lain. Tapi saya hanya ingin berbagi dengan kalian. Ceritanya lumayan panjang, walaupun masih ada puing-puing ingatan yang terlupakan. Jangan bosan baca cerita ini yaa 😀

Sebelum Gempa Dahsyat

Palu, Jumat 28 September 2018.

Hari itu seperti biasa aktifitas utama saya adalah kuliah. Karena hari Jum’at, mata kuliah saya pada hari itu ada tiga dan mulai dari jam 09.20 sampai jam 16.40 WITA. Tak ada perasaan gelisah atau perasaan yang tidak enak pada hari itu, seakan semua berjalan seperti biasa. Setelah mata kuliah kedua berakhir pada pukul 14.40 WITA, ada pemberitahuan dari teman-teman bahwa mata kuliah yang ketiga tidak masuk dan ditunda sampai minggu depan. Hari itu bertepatan dengan ulang tahun teman saya Masita Dewi sekaligus ada pembukaan acara tahunan yaitu Palu Nomoni. Saya dan Grace masih di kampus setelah selesai mata kuliah kedua.

Kami duduk di gazebo dan membahas surprise party untuk Masita. Kami memutuskan untuk membeli kue dan mengatur rencana surprise di acara Palu Nomoni. Lalu tiba-tiba ada gempa yang tidak terlalu kuat tapi agak lama, saya dan Grace berpegangan dan saling menenangkan satu sama lain. Didalam keadaan gempa saya melihat beberapa orang yang tengah berada di lantai atas dan bawah keluar berhamburan. Singkat cerita setelah gempa Grace dan saya mengantar motor ke teman saya, Yosua, di Taman depan rektorat Untad agar saya bisa boncengan dengan Grace pergi ke toko kue. Setelah antar motor ke Yosua, Grace dan saya ke mouza untuk bertemu Eca (teman saya juga) dan akhirnya kami bersama-sama ke toko kue di Jalan Gatot Subroto.

Setelah selesai membeli kue kami pun berpisah. Grace pulang ke kos-annya, sementara saya nebeng sama Eca untuk kembali ke daerah tondo. Kalau dipikir-pikir lokasi toko kue dan kos-an saya sangat dekat, sempat terpikir untuk pulang dan istirahat sejenak tapi saya urungkan karena saya ada janji ketemuan dengan beberapa orang. Setelah sampai di tondo saya menunggu untuk dijemput Yosua di kos-an Eca sembari menunggu teman saya juga yang namanya Aco untuk setor uang camp panitia Tadulako Menginspirasi 6. Yosua janjinya jemput jam 5 tapi malah telat sejam dan dia jemput saya jam 6. Setelah ketemu Aco, Yosua dan saya pergi ke daerah bawah tondo.

Jadi dari kampus itu jalanannya turun lagi kebawah, kita dari kos-an eca di jalan roviega turun ke jalan yang di bawah (saya lupa nama jalannya). Saya masih marah-marah ke Yosua karena dia lambat jemput saya dan akhirnya planning saya untuk bertemu dengan beberapa orang batal.

“Kita mau terus ke Palu Nomoni atau kemana..?” Yosua menanyakan sebuah pertanyaan padaku.

kita ke ka suad saja dulu karena ada susatu yang mau dibahas sama kita berdua, kamu sih lambat jadinya awi batal ketemu beberapa orang. Sekalian awi sholat magrib dulu kesana baru kita ke Palu Nomoni” Jawab ku dengan judes karena masih terbawa emosi.

Jadi Yosua yang kerap disapa Yos membawa motor menuju sebuah jalan yang bernama Uwe Salura. Di lorong itu ada sebuah lapangan yang cukup luas. Yang jelas pas ke bawah itu kelihatan banget laut diujung mata. 

Apakah Ini Sudah Saatnya Akhir dari Dunia ?

Saat baru turun ke lorong, tiba-tiba bumi berguncang. Guncangannya bukan ke kanan atau ke kiri. Guncangannya ke segala arah. Ke atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang. Saya yang saat itu sedang dibonceng Yosua langsung melompat dari motor dan jatuh. Yosua berusaha untuk menurunkan standar motor tetapi tidak bisa karena goncangannya benar-benar parah. Yosua rebahkan motor ke samping dan lari kelapangan sambil menarik saya yang saat itu benar-benar ketakutan dan tidak mampu lagi untuk berjalan. Kaki saya terseok-seok dan gemetaran.

Kini, berbagai orang telah ada di jalan. Salah satunya yang saya ingat sekali ada seorang kakak perempuan yang keluar hanya memakai handuk karena panik dan dia menangis. Yosua menolong kakak itu dengan memberikan jaketnya agar badan kakak itu tertutupi. Beberapa saat setelah gempa, saya langsung mengecek aplikasi BMKG. Sontak saja saya kaget membaca tulisan “Berpotensi Tsunami”. Dan ketika itu juga alarm peringatan tsunami pun berbunyi.

Ngiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing.

Seketika jaringan telkomsel hilang, listrik padam.

Ya Allah, saya tengok langit dan berwarna abu-abu. Suasana semakin kacau. Saya takut, sangat takut. Sementara Yosua mencoba menghubungi kakaknya, saya langsung berlari ke arah motor untuk mencegah ada yang mengambil motor itu, karena saat Yosua tinggalkan motor posisi nya kunci sedang tergantung di colokan kunci. Jika saja saya lambat, mungkin motor itu dipakai orang lain untuk menyelamatkan diri. Saya berusaha untuk angkat motor agar berdiri, tetapi benar-benar kaki terasa sangat lemas karena tahu ada tsunami yang akan segera menuju kearah kami.

Yosuaaaaaaa, cepat yosuaa cepatt kemarii” Teriakku padanya.

Yosua langsung berlari dan memutar arah motor itu ke atas. Banyak sekali manusia berlarian menyelamatkan diri mereka dan keluarga. Saya sempat menengok ke belakang, entah itu apa, tapi bumi bergemuruh dan air dari ujung pantai saya lihat naik.

Ya Allah apakah ini kiamat?

Saya orangnya cengeng dan panikan, tetapi saat itu saya coba untuk tenang agar Yosua bisa tenang saat berusaha menyelamatkan diri kami dari tempat itu.

apakah air akan menyapu saya? apakah ini adalah ajal saya? sampai sejauh apa air itu akan naik?” tanyaku dalam hati

Yosua terus menanjakkan motor ke arah atas. Banyak sekali orang-orang berlari menyelamatkan diri yang menyebabkan jalanan macet dan susah dilalui. Berteriak ketakutan, menangis bahkan menjerit. Ada yang berjalan menggendong anak-anaknya, ada yang naik motor sampai-sampai mengikat anaknya di sebelah kanan dan kiri pangkuannya. Dalam pikiran saya, berharap bisa melihat teman-teman saya di jalan untuk tahu keadaan mereka. Di kanan kiri kami ada tiang listrik yang hampir rubuh. Orang-orang desak-desakan ingin lewat. Yosua berteriak semua jangan lewat dulu dan pelan-pelan agar tidak desak-desakan karena takutnya tiang listrik itu roboh. Setelah kami bisa lewat, kami bingung mau kemana.

Kita mau kemana wii?” tanya Yosua.

Baca Juga : https://anakuntad.com/2018/09/kisah-yang-lupa-diceritakan/

Saya bingung mau kemana. Saya hanya ingin cepat pergi dari tempat itu. Akhirnya kami sepakat untuk mencari kakak Yosua. Kak Christina Ester atau yang lebih biasa dipanggil Noni, yang kami tak tahu keberadaannya dimana. Dijalan kami bertemu teman bernama Jali. Lalu Yosua tancap gas ke arah woodward tempat dugaan kami disana kak Noni berada. Saat sudah dekat dengan bundaran STQ, jalan tertutup dengan pohon besar yang tumbang. Ya Allah, saya langsung berinisiatif lewat jalur sebelah melawan arus. Dengan tenaga yang tersisa saya mencoba mengangkat motor ke jalur yang sebelah. Motor saya adalah motor scoopy, dan jujur motor itu berat dari motor-motor lainnya serta ukurannya agak lebar. Setelah berpindah jalur kami terus melewati bundaran STQ menuju perempatan tombolotutu dan sigma.

Saat dekat dengan lampu merah, sudah banyak orang yang ingin menyelamatkan diri dan katanya tidak bisa lewat karena hotel The Sya rubuh dan menutupi jalan. Sontak saja kami panik. Kami coba lagi untuk lawan arus dan mengangkat motor itu untuk coba tembus ke perempatan sigma dan tombolotutu. Tapi banyaknya orang menutupi jalan membuat kami tak dapat lewat. Saya teringat jalan ke atas lewat pasar talise, lalu saya meminta Yosua untuk putar arah lagi. Untuk kedua kalinya saya dan Yosua mengangkat motor itu.

Yang kedua kalinya ini Yosua benar-benar kehabisan tenaga. Saya pun begitu. Berkali-kali kita angkat tapi gagal. Dengan jantung yang masih dug-dug, saya berdoa memohon diberi kekuatan dan terus mencoba akhirnya motor itu terangkat dan segera kami melaju ke atas. Sepanjang jalan yang gelap gulita karena listrik padam total, hanya ada cahaya motor, bulan, bintang dan beberapa titik kebakaran. Puing-puing bangunan yang berserakan dimana-mana. Banyak motor dan mobil yang tertimpa material. Jalanan yang retak bahkan terbelah, mencuat dan tenggelam. Pikiran saya yang tak karuan, kesana kemari bingung dan takut.

Bertahan Di Lapangan Lagarutu

Sesampainya di atas, kami terjebak diantara kerumunan orang tepatnya di dekat lapangan Lagarutu. Kami di jalan beraspal, sementara disamping itu terdapat lapangan yang cukup luas. Banyak orang yang berkumpul disana. Kami terjebak karena kami ingin turun kebawah, sementara yang dari arah bawah juga menuju ke atas. Motor dan mobil yang ditinggal pemiliknya juga membuat jalan terhambat. Hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Kami memutuskan untuk menunggu sampai keadaan agak tenang dan ada jalan untuk lewat. Saya pandang lagi langit, cuacanya cerah bertaburan bintang dan terangnya sinar rembulan. Saya pandang gunung yang diseberang, telihat kobaran api di beberapa titik. Terselip rasa ingin pulang.

Yosua bilang ke saya untuk segera berkabar ke keluarga saya agar mereka tidak khawatir. Setelah itu saya mencoba untuk menghubungi mereka. Tidak ada sinyal untuk kartu telkomsel, namun alhamdulillah salah satu kartu saya adalah xl dan tersedia. Tetapi walaupun begitu, kebanyakan keluarga kami memakai kartu telkomsel. Saya bingung bagaimana menghubungi mereka.

Saya berkabar lewat semua media sosial saya. Facebook, instagram, dan whatsapp. Saya update status, upload foto, upload video, story ig, story wa. Semua saya lakukan. Saya terus berusaha untuk terhubung ke keluarga dan orang banyak. Memberitahukan keadaan saya yang selamat dari goncangan yang dahsyat. Saya juga sangat ingin tahu kabar dari keluarga-keluarga saya, terutama kedua orang tua dan adik-adik saya yang berada di Poso. Ditemani guncangan yang terus-menerus datang, seakan ada yang akan keluar dari dalam perut bumi. Kami sejenak teristirahatkan ditempat itu, saya bertemu dengan seorang ayah dan anaknya yang masih kecil. Dia ketakutan tapi alhamdulillah tidak menangis. Saya mencoba berbicara dengannya, menenangkannya.

Sayang berdoa ya, ada ayah kamu yang jaga kok. Terus berdoa ya sayang”.

Yang sebenarnya keadaan saya disitu ingin menangis dan tidak tenang, tapi saya terus mencoba untuk mengontrol diri saya. Yosua yang tahu sifat cengeng dan panikan saya juga terus berusaha menenangkan diri saya. Berbagai panggilan, sms dan chat dari keluarga dan teman-teman di luar yang aktif jaringannya terus-menerus menanyakan keadaan saya dan terus berdoa untuk saya. Disitu pulsa saya juga habis, saya meminta tolong kepada teman-teman yang baca status saya untuk bisa menolong mengisikan pulsa. Alhamdulillah mereka cepat tanggap dan menolong saya. Sempat ada beberapa yang masuk panggilannya ke saya.

Saya menangis saat memberitahu kabar saya ke mereka. Jujur disitu saya sangat dehidrasi dan sangat lelah tapi saya tidak boleh mengeluh, bukan hanya saya yang survive disini. Saya tidak ingin buat Yosua juga repot mengurus saya yang cengeng. Saat itu saya bilang ke Yosua kalau saya sangat haus. Dia berusaha mencarikan saya air. Alhamdulillah, ada mas somai yang saya tak tahu namanya memberi kami minuman secara gratis.

Sekitar sejam atau dua jam kami terus diguncang dengan gempa susulan. Setelah selesai berkabar ke keluarga serta teman-teman dan keadaan tanah yang lebih lama berhenti berguncang, saya dan Yosua bergerak kedepan bersama teman kami Jali. Saya yang pakai rok dan hanya memakai celana yang pendek duduk boncengan laki-laki. Saya sempat mencegah Yosua untuk pergi, menahan dan meminta dia untuk tidak kemana-mana karena yang saya pelajari disaat keadaan gempa seperti ini, kita harus berdiam di lapangan yang terbuka jauh dari pohon, gedung , kaca, semua yang dapat membahayakan. Tapi Yosua mau cari kak Noni, dia sempat bilang

kalo gitu awi disini aja, yos nyari cece dulu. Kalo udah ketemu nanti yos jemput awi disini”.

Saya sangat paham dengan perasaan Yosua, saya pasti akan melakukan semua cara untuk menemukan adik-adik saya juga dalam keadaan yang seperti ini. Jadi walaupun dengan rasa takut saya memutuskan untuk ikut dengannya, bagaimana nanti selanjutnya di jalan saya sudah memutuskan untuk terus bersama Yosua, karena dia yang dari awal menolong saya dalam keadaan tersulit ini.

Dengan susah payah kami terobos kendaraan yang menghambat. Kaki saya tergores dan tersenggol dengan kendaraan lain karena body motor scoopy yang besar. Kami mencoba untuk turun tapi benar-benar tak ada jalan, jadi kami tanya ke orang-orang di sekitaran situ apakah ada jalan lain yang bisa di lewati. Alhamdulillah ada lorong dan tembus di jalan Lagarutu, tapi jalannya patah. Yosua inisiatif lewat halaman warga biar bisa naik ke atas terus tembus ke jalan Merpati.

Saat di jalan Merpati sebelum jembatan itu kan jalannya menurun, nah disitu jalanannya juga patah. Patahnya itu bukan retak-retak, tapi patah. Saya tidak tahu harus menggambarkannya bagaimana. Jadi kami lewat pinggir jalan yang motor harus di matikan. Dan di bantu orang lain untuk dipindahkan ke seberang. Saya turun duluan untuk menyeberang setelah itu Yosua dibantu salah satu warga setempat untuk menurunkan motor saya. Kita kan dari atas mau ke bawah, beda lagi cerita orang yang mau ke atas.

Jadi karena jalan patah warga disekitar sana naruh pagar besi di jalanan patah itu terus yang dari bawah harus nge-gas full motornya biar bisa sampai ke atas. Benar-benar parah, dan “aneh” nya masih banyak warga disekitar jalan patah itu yang rela bantuin warga yang lain buat lewat. Padahal banyak yang sibuk buat selamatkan diri. Setelah berhasil lewat, saya dan Yosua terpisah dari Jali.

Kami terus ke arah walikota menuju jalan kartini. Sepanjang jalan kami mencoba mencari bensin tapi botol-botol yang terpampang di jalan itu sudah kosong tak bersisa. Kami hanya berharap bensin kami cukup untuk mencari kak Noni. Melewati jalan Kartini yang sudah sunyi dan gelap, jalan banyak yang retak dan jujur saya sangat khawatir akan ada gempa susulan. Sementara keadaan jalan Kartini itu banyak banget pohon besar dan tiang-tiang listrik. Saya sempat berpikiran minta tolong isikan bensin ke orang yang ada di pertamina kartini, tapi benar-benar tak ada satu orang pun disana. Motor terus dipacu untuk menyusuri jalan.

Saat mau masuk ke jalan woodward kami kaget jalan udah ketutup bangunan yang roboh kira-kira tingginya itu kurang lebih 8 meter. Terus saya sadar pasti Yosua langsung panik karena kak Noni ada di gereja di jalan woodward. Tanpa berpikir dia langsung turun mau manjat ke atas reruntuhan itu biar bisa tembus untuk cari kakaknya. Dia benar-benar terlihat putus asa. Tapi saya coba nahan Yosua, saya bilang kita masih bisa lewat jalan bali dan tembus dari arah rumah sakit woodward. Saya coba buat dia tenang dan berikan solusi lain agar dia tidak manjat ke reruntuhan itu. Kami pun putar balik ke jalan bali dan tembus lewat rumah sakit woodward. Seperti jalan lainnya, jalan bali juga banyak yang retak, terbelah, patah entahlah harus ku sebut apa.

Ketika kami masuk di jalan woodward, Ya Allah saya melihat banyak sekali orang di jalan. Terutama pasien-pasien yang diungsikan di depan jalan rumah sakit. Ada ibu-ibu, anak-anak, bapak-bapak, remaja, lansia. Semuanya bertahan di rumah sakit. Petugas disana juga stay menjaga mereka. Kami berteriak manggil nama kak Noni saat perjalanan ke gereja,

Christina Ester~ Christina Ester~ Christina Ester~

Kami berteriak sekuat tenaga. Sampai di depan gereja Yosua langsung panik tanya keberadaan kakaknya,

dimana cece ku? dimana Christina Ester? dimana itin, dimana noni? dia yang biasa menyiar disini. Ceceku tadi siaran disini.

Semua nama panggilan kakaknya dia sebutkan. Orang-orang di gereja jelasin kakaknya baik-baik saja, dan pergi sama teman-temannya mengungsi. Saya coba tenangin Yosua sambil nanya ke orang-orang masih adakah yang tertinggal di dalam gereja. Syukurnya nggak ada korban. Yosua udah tenang dengar kakaknya selamat, tapi tiba-tiba ada bapak yang bilang “christina yang guru paud itu kan?” sontak saja Yosua bilang “bukan!”. Yosua langsung panik, saya tahu perasaannya yang belum dengar kabar pasti dari kakaknya. Setelah itu kita putuskan untuk keluar dari jalan woodward dan pergi ke rumah oma Yosua di jalan kijang 2 utara no 1.

Menjaga saya

Saat perjalanan kami benar-benar berharap bisa ketemu kak Noni disana karena pasti Yosua udah bingung harus cari kemana lagi. Setibanya di rumah oma nya, Yosua langsung turun dari motor dan cari cecenya. Alhamdulillah ternayata kak Noni ada. Lutut saya yang sedari tadi lemas tapi saya tahan untuk tetap kuat langsung saja jatuh terduduk sambil menangis. Saya langsung di ajak ke karpet untuk duduk dan minum. Alhamdulillah akhirnya kak Noni ketemu. Keluarga Yosua lengkap, ada Oma, Opa, kak Ayu, kak Tari, om Boas, ka Noni dan adik kecil Jason. Saya disambut dengan hangat disana, keluarga Yosua nanya, apakah saya ada keluarga disini atau tidak. Saya katakan bahwa mama dan papa ada di poso sementara keluarga di Palu tempatnya jauh dari jalan kijang, mereka menyarankan untuk tinggal dulu dengan mereka karena kondisi belum aman. Jadi saya memutuskan untuk tinggal disana karena sudah bingung dan takut harus kemana.

Tepat di depan rumah oma Yosua, dijalanan beraspal, beralaskan karpet seadanya, dengan bantal secukupnya dan beratap langit cerah yang penuh dengan taburan bintang, kami (3 kepala keluarga dengan para tetangga) di tempat itu beristirahat dan mengungsikan diri dari rumah yang takutnya jika kami tinggal di dalamnya akan ada gempa yang lebih kuat dan  mengakibatkan rumah roboh. Langit yang bersahabat dan para nyamuk yang mengerti keadaan, seakan juga takut dan tak keluar menggrogoti badan kami. Tak ada tidur yang nyenyak malam itu. Guncangan terus datang silih berganti. Jantung kami juga berdegup dan mungkin lebih kencang dari guncangan itu.

Selama saya di tempat itu, saya sangat diterima dengan baik oleh keluarga Yosua tanpa memandang ras, suku dan agama. Mereka benar-benar merawat saya dengan baik selayaknya keluarga mereka sendiri. Ada bapak kadis tata ruang kota palu dan istrinya juga yang baik sama saya. Alhamdulillah bahan makanan kami tercukupi. Bantuan dari tetangga pun ada walaupun kita sama-sama kekurangan. Ada sumber air yang terus mengalir untuk kami pakai. Bahkan kami dapat mandi dengan baik. 

Allah SWT Masih Sayang

Saya benar-benar bersyukur, Allah SWT benar-benar menjawab doa saya. Allah SWT masih memberi saya kesempatan untuk bertemu dengan keluarga saya. Untuk bertemu dengan teman-teman saya, untuk bertemu orang-orang yang saya sayang dan yang menyayangi saya. Untuk bercerita dengan kalian. Untuk bertaubat dan memohon ampun pada-Nya. Semua sudah diatur dengan baik oleh Allah SWT. Saat saya bersama dengan Yosua, saat Yosua lambat jemput saya, saat kami memutuskan untuk ke kos-an kak Suad, saat saya memilih untuk tidak singgah istirahat di kos setelah beli kue, saya memakai kartu xl agar bisa memberitahu keadaan saya dengan keluarga yang di poso.

Allah SWT benar-benar telah mengatur semua itu untuk menyelamatkan saya. Jika saja saya dijemput lebih awal, pasti Yosua dan saya berada di Palu Nomoni dan ikut terseret tsunami. Jika saja gempa terjadi saat kami tiba di kos kak Suad, jelas saja kami juga akan terbawa ombak. Karena kos kak Suad benar-benar rata dengan tanah setelah tersapu ombak. Syukurnya kak Suad tidak berada di kos saat itu. Alhamdulillah dia selamat hanya dengan handphone di tangan dan baju di badan. Syukurnya dia sempat berkabar ke kami.

Allah SWT menjaga saya saat mencoba bertahan dari keadaan sebelum gempa, saat gempa dan sesudahnya. Allah SWT mengirim orang-orang baik untuk menolong, menjaga, dan merawat saya. Allah SWT menyelamatkan keluarga saya agar kami bisa bertemu segera. Saya benar-benar tak bisa berkata-kata lagi, betapa Allah menyayangi saya, memberi saya peringatan dan ujian untuk tetap bersyukur kepada-Nya dalam segala keadaan. Dan saya melewatinya dengan penuh bantuan dari-Nya.  Saya sangat bersyukur banyak orang yang masih sayang sama saya dan mau bantu saya ketika saya kesusahan. Saya tidak dapat bayangkan kalau saja saya sendirian dan kebingungan. Athirah winarsih yang gampang panikan dan cengeng sendirian bertahan di kondisi seperti itu. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Saat kita diberikan kondisi yang tidak kita inginkan, kita terutama saya sering mengeluh dan kadang atau bahkan sering marah dengan keadaan. Sering tidak terima dan tidak bersyukur. Padahal, Allah SWT sudah mengatur dan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

Allah SWT menyanyangi kita semua, menyayangi hamba-hamba-Nya. Allah SWT memberi kita peringatan untuk kembali kepada-Nya. Mengingatkan bahwa ajal dapat terjadi kapan dan dimana saja. Tidak memandang umur, jenis kelamin, kaya maupun miskin. Mari kita kembali pada Allah SWT, meminta ampun atas segala dosa yang telah kita lakukan. Dan mulai memperbaiki diri kita dari segala aspek ke arah yang lebih baik lagi.

Terimakasih

Cerita ini benar-benar pengalaman luar biasa saya untuk bertahan selamat dari gempa. Untuk kalian yang sudah beri saya pertolongan dan support dalam bentuk apapun saya benar-benar berterima kasih banyak. Maaf saya tidak dapat menyebutkan kalian satu per satu, tapi saya ingat dengan baik dan jelas kalian semua. Saya sangat bersyukur masih ada orang-orang baik seperti kalian di  bumi ini. Saya sangat bersyukur bisa mengenal dan dikenalkan dengan orang-orang seperti kalian. Saya tak bisa membalas kebaikan dari kalian untuk saya. Saya hanya bisa meminta kepada Allah SWT dan terus berdoa agar kiranya Allah SWT membalas segala kebaikan kalian. Terimakasih semuanya.

Semoga korban yang meninggal di tempatkan ditempat terbaik di sisi Allah SWT. Untuk korban yang belum ditemukan atau hilang semoga segera ditemukan dan ada kabarnya dalam keadaan yang terbaik. Untuk teman-teman yang ditinggalkan semoga ikhlas dan sabar. Korban yang luka-luka segera disembuhkan. Untuk warga yang mengungsi dan mencoba bertahan sampai sekarang semoga kalian tetap sehat dan kuat melewati ini. Untuk seluruh pihak yang sedang ada di lapangan untuk membantu korban semoga kalian sehat dan kuat untuk menyelamatkan korban. Untuk para donatur dan netizen yang menyumbang dan memberi support dalam segala bentuk semoga Allah membalas kebaikan kalian. Semoga orang-orang yang mendoakan kebaikan untuk para korban gempa dan tsunami Palu-Donggala diterima doanya. Semoga Palu-Donggala cepat pulih. Palu bangkit. Palu bisa. Palu Kuat.

Kita kuat karena ada Allah SWT. Kita kuat karena kita bersama.

Sekian dari cerita saya. Semoga bermanfaat buat para pembaca.

Terimakasih banyak.

 

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.


Diterbitkan

dalam

,

oleh

Tags: