Optimalisasi Perlindungan Para Buruh melalui Kerjasama

Buruh di Indonesia

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia berisikan tujuan utama Negara Indonesia. Tujuannya adalah menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan sejatera. Hal ini dimaksudkan demi keadilan sosial dengan cara pemenuhan hak setiap warga negara. Keadilan yang dimaksud tersebut untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak. Berangkat dari masyarakat, buruh adalah orang yang bekerja untuk mendapatkan upah, yang perlu disejahterakan secara sosial, politik, budaya dan ekonomi.

Buruh telah ada pada zaman penjajahan Belanda. Pergerakan buruh sudah ada semenjak tahun 1897. Pertama kali oleh Serikat buruh guru-guru bangsa Belanda di Indonesia yang diberi nama NIOG (Netherland Indies Onderw Genooth). Pergerakan ini berdiri tidak terlepas dari perkembangan pergerakan buruh di Netherland pada tahun 1860-1870. Sedangkan di Indonesia, pergerakan buruh pertama kali di inisiasi oleh pribumi pada tahun 1897-1907. Akan tetapi, hal ini memiliki perbedaan dalam segi struktur dengan serikat buruh di Netherland. Dikarenakan belum adanya pemimpin yang ingin menyalurkan keinginan.

Serikat Buruh

Hingga tahun 1908 buruh di Indonesia mulai melakukan pergerakan yang diawali oleh kebangkitan nasional yang dipelopori oleh Budi Utomo. Kebangkitan nasional ini memiliki tujuan dan harapan agar terlepas dari kolonialisme. Beberapa organisasi buruh di Indonesia sudah terbentuk pada waktu itu antara lain, Dewan Serikat Buruh di Indonesia (DSBI) tahun 1952 yang beranggotakan GSBI, PSBI dan GOSBU, Himpunan Serikat Buruh Indonesia (HISSBI) tahun 1952, Konsentrasi Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI) tahun 1952, tahun 1953 Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI) yang terdiri dari delapan anggota yang di prakarsai oleh Nahdatul Ulama (NU), Sentral Organisasi Buruh “Pancasila” tahun 1957, Gerakan Organisasi Buruh Serikat Islam  (GOBSII) tahun 1955, Kongres Buruh Islam Merdeka (KBIM) tahun 1956. Sehingga keberadaan pergerakan buruh di masa lampau memberikan angin segar terhadap pergerakan buruh di Indonesia hingga dewasa ini.

Tujuan Pembentukan Serikat Buruh

Tujuan dibentuknya serikat buruh adalah untuk menyeimbangkan posisi buruh dengan pengusaha. Serikat buruh dimaksudkan untuk menjadi perwakilan dalam menyampaikan aspirasinya kepada pengusaha. Setelah masa reformasi, pergerakan buruh mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan banyaknya serikat buruh yang terbentuk. Tentunya hal ini dilakukan oleh para buruh untuk memperjuangkan kesejahteraan demi bekerja dengan baik di tempat mereka bekerja.

Namun demikian, kebebasan buruh dalam berserikat seringkali menjadi  ancaman yang serius terhadap pengusaha. Karena keberadaan serikat buruh dianggap sebagai pengganggu dalam berjalannya usaha dikarenakan seringnya melakukan aksi dalam memperjuangkan haknya. Meski telah dibuat Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang perlindungan terhadap buruh untuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh. Tercantum dalam pasal 104 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 pasal 28. Undang-Undang tersebut berisi tentang perlindungan hukum hak berorganisasi yang memberikan harapan kepada buruh agar tidak lagi merasa takut dalam menjalankan aktivitasnya.

Namun pada kenyataannya para buruh masih sering mendapatkan pembatasan dan masih dihalangi oleh pihak pengusaha. Orang lain (atas permintaan pengusaha) dengan mendapatkan berbagai ancaman seperti akan dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Padahal perlindungan hukum oleh negara merupakan salah satu kewajiban yang harus dijalankan oleh pemerintah sesuai amanat UUD 1945 terutama dalam melindungi kaum lemah seperti buruh atau pekerja.

Masalah yang dihadapi buruh

Perlindungan terhadap buruh telah dibuat, namun lagi-lagi keberadaan perlindungan hukum tidak memberikan rasa aman dan nyaman pada buruh atau  pekerja dalam menjalankan aktivitasnya. Hal ini ditunjukkan karena masih banyaknya pengusaha yang tidak memberikan hak para buruh atau pekerja. Berbagai ancaman kepada para buruh yang dilakukan oleh pihak pengusaha yang membuat buruh semakin merasa bahwa hukum tidak bekerja secara baik. Yang pertama yaitu ancaman berupa kriminalitas terhadap buruh, salah  satu contoh kasus yang terjadi adalah kasus marsinah yang merupakan seorang aktivis dan salah satu buruh pabrik PT. Catur Putra Surya yang diculik kemudian ditemukan terbunuh setelah menghilang selama tiga hari lamanya setelah berani memimpin aksi pekerja PT. CPS untuk mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan instruksi gubernur KDH TK I Jawa Timur.

Sehingga pihak perusahaan merasa panas dan membuat marsinah dan teman-teman harus berurusan dengan kodim. Kasus ini juga menunjukkan bahwa kasus pelanggaran HAM di Indonesia masih terbilang banyak. Kedua yaitu ancaman berupa aktivitas buruh  yang  di PHK. Ketiga yaitu ancaman berupa Intimidasi terhadap buruh, dengan memberikan ancaman terhadap buruh akan di PHK dan buruh diancam akan di mutasi (pindah penempatan kerja). Keempat yaitu menghalangi anggota/pengurus serikat buruh untuk mengadakan pertemuan.

Solusi

Kasus diatas memberikan gambaran garis besar sehingga buruh atau pekerja di Indonesia masih sulit mendapatkan haknya sebagai warga negara yang menggunakan fisik dan mentalnya untuk mendapatkan upah. Maka untuk membantu para buruh mendapatkan haknya, beberapa solusi yang bersifat progresif dan dinamis yang memberikan nilai jangka panjang terhadap perhatian kita kepada para buruh yang ada di tanah air dengan melaksanakan hubungan tiga komponen antara pemerintah, pengusaha dan buruh/pekerja dengan cara-cara yang ditawarkan sebagai  berikut :

  1. Pemerintah membentukan lembaga pengawas kinerja pelaku usaha dengan para buruh yang bersikap tegas dan disiplin sebagai bentuk pelaksanaan dari undang-undang yang telah dibuat untuk melindungi para buruh dan mengawasi para pelaku usaha dari sikap kesewenang-wenangan terhadap  kaum lemah (buruh/pekerja). Hal ini bertujuan untuk menghindari konflik-konflik yang dapat membuat kerusuhan antara pelaku usaha dengan para buruh. Pemerintah  juga harus hadir setiap pertemuan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan para perwakilan dari serikat buruh.
  2. Perusahaan tidak mengganggu undang-undang perlindungan hukum terhadap buruh atau pekerja agar tercipta rasa aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas para buruh. Perusahaan juga harus memperhatikan berbagai aspek seperti aspek politik, sosial, budaya dan ekonomi demi membantu para buruh mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Perusahaan  juga harus melakukan pertemuan wajib dengan pemerintah pengawas kinerja dengan perwakilan serikat buruh sebagai forum dalam menyampaikan berbagai aspirasi baik buruh maupun perusahaan yang diawasi oleh lembaga pengawas kinerja dari pemerintah. Hal ini dilakukan demi menemukan titik terbaik dalam menjalin hubungan yang baik antara perusahaan dan buruh.
  3. Buruh melakukan pertemuan dalam serikat buruh melalui forum yang dibentuk untuk menyampaikan berbagai aspirasi untuk ditampung oleh perwakilan buruh yang akan melakukan pertemuan dengan pemerintah pengawas kinerja dan pengusaha.

Hubungan ini dilaksanakan agar dapat mengurangi konflik-konflik yang terjadi antara pengusaha dan buruh. Serta hal ini diharapkan akan berdampak baik terhadap produktivitas perusahaan dan hak-hak buruh terpenuhi.

Referensi

http://Sejati, A.N., Wijaya, M., n.d. PERAN BURUH DALAM KESEJAHTERAAN SOSIAL PERUSAHAAN PT. SENANG KHARISMA TEXTILE 10.

http://Sulistyaningrum, E., Kurniawan, S., 2017. DAMPAK SERIKAT BURUH TERHADAP TINGKAT UPAH BURUH SEKTOR SWASTA DI INDONESIA. J. Ekon. Kuantitatif Terap. https://doi.org/10.24843/JEKT.2017.v10.i02.p09

http://Zuhdan, M., 2016. Perjuangan Gerakan Buruh Tidak Sekedar Upah Melacak Perkembangan Isu Gerakan Buruh di Indonesia Pasca Reformasi. J. Ilmu Sos. Dan Ilmu Polit. 17, 272. https://doi.org/10.22146/jsp.13086

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *