Mahasiswa katanya, tapi jiwanya lemah
Suaranya mengecil, lika-likunya tak nampak walau sebesar upil
Ku ingin kembali mendengar sajak-sajak tentang keadilan
Dalam resah rakyat selalu merindukan nestapa rasa juang membakar semangatmu kala itu
Dulu siang hari bukan masalah, terik matahari justru menjadikan mu khusyuk berbicara
Demi keadilan sesama yang tak tau dimana rimba nya
Jika memang harus, bahkan sampai bersimbah darah kau takkan goyah
Kuingat dalam kepalan tangan dan lantang suaramu, kau berucap
” Wahai kalian Cukong-cukong bermahkota, tidakkah malu bila gaji mu tinggi tapi rakyatmu sengsara”
Waktu yang semakin bergulir juga merubah wajahnya
Saban hari ku lihat di tv personamu kian buruk menjadi-jadi, bukan sebagai pahlawan orasi atau paparan prestasi
Namun aku bisa apa?
Media memberitakan pemerkosaan, pencurian oleh oknum-oknum mahasiswa kini menandakan hilangnya pergerakan bobrok nya mental dan juga pendidikan
Rangkaian angka baginya dulu bukan ancaman, lamanya kuliah tak juga menyurutkan semangatnya
Karena yang terpenting adalah kebebasan juga keadilan, bukan secepat apa kau selesai, sehebat apa kau beropini dan semahal apa kau berpakaian
Namun aku bisa apa? Terlihat kini tak penting memikirkan yang lain kesusahan, mulutnya telah bungkam tangannya telah kaku tak ada lagi dalam suara dan tulisan meneriakan keadilan
Telah dijadikan gengsi sebagai gaya hidup dan harta orang tua sebagai atributnya
Jiwa apatis telah menjadi nafas
Mahasiswa kini hanya mampu berandai tanpa tau menggapai
Tidakkah kalian malu bila jiwa dan raga mahasiswa hanya akan menjadi bayang-bayang dari segelintir yang orang katakan.
Dimana jiwa merdeka yang dulu kerap kau gembor-gemborkan
Nama besar mahasiswa kini tinggal lukisan tertutup debu usang lalu dilupakan
baca Juga : (PUISI) S E M U – Michelle
AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Tinggalkan Balasan