Secarik Kertas Keputusasaan

“Entah ini adalah sebuah mimpi atau kenyataan, tapi ini sesuatu yang tidak bisa ia pungkiri dalam mengambil sebuah keputusan”

Siang hari ini sangat panas dan terik, dan dia lari semakin terbirit-birit. Akhirnya, sampai didepan pintu dia terjebak dalam suara gaduh dan berisik. Suasana semakin tidak terkendali dimana mereka saling tarik menarik. Dia berusaha untuk bertahan agar bisa masuk mengumpulkan berkasnya. Yah, akhirnya dua jam berdesak-desakkan, berkasnya pun terkumpulkan dalam map hijau. Waktu menandakkan sore hari dan dia pulang ke kostnya.

Perjuangan hari ini terasa sangat panjang dan baru dia rasakan selama hidupnya. Inilah dia  seorang mahasiswa baru yang ingin menyelamatkan masa depan, seorang mahasiswa yang ingin pengalaman dan kerjaan untuk masa yang akan datang. Hari-hari berjalan, dia semakin tidak sabaran. Kata orang, kuliah itu bersenang-senang sambil menata masa depan. Kata orang juga, kuliah akan menentramkan kehidupan.

“Wah, indahnya kuliah!” katanya dalam hati.

Sebulan setelah pengumpulan berkas, dan waktu untuk menginjakkan kaki dikampus semakin dekat. Pengumuman tentang masuk kampus bertebaran di jejaring sosialnya, dan ternyata besok adalah hari perkenalan kampus, dilakukanselama 6 hari berturut-turut. Diapun menutup mata dan menarik selimut, sambil bermimpi esok yang cerah.

Heningnya pagi membuat dia semakin malas beranjak di kasurnya yang hangat. Namun, alarm semakin keras terdengar dan dia harus bersiap-siap. Baju putih nan rapi dipadukan dengan celana hitam dan beberapa atribut yang disiapkan, Menandakan seorang mahasiswa baru yang cekatan. Waktu menunjukkan semakin siang dan dia pun berangkat. Sesampainya, wajah-wajah baru yang tidak dikenal membuatnya semakin kebingungan.

Sendirian tanpa seorang teman, terasa seperti terkucilkan. Inilah awalnya untuk dia harus saling mengenal Lingkungan kampus, teman, kakak tingkat, dosen maupun staf-staf fakultas. 6 hari berlalu, terasa begitu singkat dengan waktu dan perkenalan yang padat. Perjuangannya dimulai dengan secarik kertas yang dia bawa dalam tas.

Awal-awal semester begitu mengasyikkan, apakah ini yang orang-orang katakan? Mendapatkan teman, jadwal kuliah yang begitu singkat dan dosen yang ramah.

Tidak, itu semua berubah secara cepat!!

Ketika dia beranjak meninggalkan semester awal. Siklus pertemanannya berubah,  Jadwal kuliah semakin padat dan tugas-tugas yang menumpuk saat tenggat waktu. Gerak-gerik dosen yang membuatnya semakin merasa terikat. Kehidupan organisasi semakin buyar dan dia mulai melupakan kewajiban. Sampai dimana dia benar-benar putus asa dan mulai kehilangan arah dan tujuan. Teman-teman angkatanya telah di wisuda dan mulai meniti masa depan. Sedangkan dia masih harus berjuang di meja perkuliahan.

Ia meratapi kesalahan apa yang telah dia buat.

Dia merasa terlalu sibuk dengan masa depan dan melupakan Tuhannya. Dia yang tidak bersungguh-sungguh dengan kehidupannya. Dia juga yang merasa kurang perhatian dari keluarga dan lingkungannya. Ditengah malam dengan kertas-kertas dan laporan yang berhamburan, ternyata dia sudah terlelap ketiduran. Seperti biasa setelah bangun dia selalu mengecek ponselnya. Ternyata jam menunjukkan pukul 02.00 malam. Dia tiba-tiba teringat bahwa dia sudah mengakhiri hidupnya. Tali yang terikat pada sebuah kayu dengan badan yang bergelantungan bersimbah darah, menandakkan bahwa nyawanya telah tiada. Dia sangat menyesal dengan apa yang dilakukannya.

Apalah daya, iman yang kurang dan kepercayaan hidup yang hilang terhadap tuhan. Meninggalkan dosa besar dengan mengakhiri hidupnya. Hanya secarik kertas keputusasaan dan harapan yang ia tuliskan. Bukan usaha, doa  dan perjuangan yang ia teruskan.

baca juga : Ainun : Sebuah Cerita Pendek

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.


Diterbitkan

dalam

,

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *