Cerpen : Ojek Corona

Namanya Jack, walaupun nama aslinya adalah Jaka, namun ia tak dipanggil demikian. Terlalu asing untuk mendengar nama Jaka di jaman yang serba modern ini, lebih mudah mengingat nama yang kebarat-baratan.

Jaka sekarang adalah pria dewasa, sudah saatnya ia mencari kerja dan calon istri tentunya. Tak sanggup hatinya berlama-lama di dalam rumah, ibunya yang biasa ia panggil nyai ndoro, tak pernah berhenti meracau bahwa Jack tidak berguna.

Mengangkat galon air dan membuang sampah saja dia ogah-ogahan. Entah apa yang dilakukannya hingga betah berdiam diri di dalam kamar, seperti wanita yang mau dipingit.

Ibunya tak tahu saja bahwa Jack berdiam diri di dalam kamar untuk marathon serial Netflix ternama, Money Heist. Dengan 4 season tentu saja membutuhkan waktu lama untuk menamatkannya. Ibunya mana paham. Kalaulah Jack menonton siaran mengenai azab yang ada di salah satu stasiun TV, mungkinlah ia dan ibunya seiya dan sepakat.

Jack tak berani menyampaikan pendapatnya mengenai sinetron yang ibunya sering nonton itu, entah kenapa ibunya kecanduan menonton sinetron yang memiliki alur yang sama tiap episodenya.

Kalau suaminya kaya, pasti dia selingkuh. Kalau suaminya miskin, pasti harta istrinya diambil. Atau sebaliknya. Halah pasti ujungnya selingkuh” batin Jack

Pernah sekali ia berujar demikian, berujung ibunya mogok masak dan ayahnya yang tak pernah berhenti berkata bahwa ia akan menendang Jack keluar dari rumah kalau besok ia masih harus makan mie instan.

Maka sekarang, berjalan-jalanlah Jack di sekitaran kampung, selain untuk menenangkan diri selepas menonton serial Girl from nowhere, ia ingin mencari kerja agar bisa ke Thailand untuk bertemu Nanno, karakter utama di serial Thailand itu.

Mana tau Nanno adalah jodohnya.

Ah, menjomblo selama 28 tahun rupanya memang bisa bikin kita halu.

Di sekitaran jalan raya, banyak sekali terpasang spanduk para pejabat pemerintahan yang bertuliskan “Hindari corona, cuci tangan, pakai masker, jaga jarak”.

Mana ada yang menggunakan foto dengan filter Instagram yang mana membuat wajah terlalu putih seperti warna cat dinding rumah pak camat.

Ada-ada saja.

Masih menjadi misteri bagi Jack kenapa ibunya seringkali menyuruhnya keluar rumah di era pandemi seperti ini. Bukannya takut akan corona, ibunya rupanya lebih takut jika harus membiayai hidup Jack lagi untuk waktu yang lama apabila ia masih tidak mempunyai penghasilan sendiri.

Maklum saja, Jack bisa menghabiskan beras sekarung sendirian apabila tidak ditahan.

Dilihatnya di ujung kampung, Romli dan kawan-kawan sedang berkumpul. Heranlah ia, ada gerangan apa pula para mahluk malam itu nongkrong di bawah pohon mangga pak Usman.

Sebuah situasi yang mengherankan, karena Romli cs, tak jauh berbeda dengan dirinya. Miskin, pengangguran, jomblo namun bermimpi mempunyai mimpi menjadi DPR, agar bisa memanfaatkan passion untuk tidur.

Rupanya Romli melihatnya. Dilambaikan tangannya untuk memanggil Jack agar berkumpul Bersama mereka.

Ngapain mereka ngajak aku ngumpul? Apa mereka sedang pesta miras? Eh bodoh sekali tapi kalau pesta miras siang hari begini, di depan rumah pak Usman pula” batin Jack

Mendekatlah ia ke kerumunan penyamun itu.

“Oi jack, lama tak ketemu” sapa Romli

“iya nih rom, sibuk aku”

“Sibuk apa pula kau Jack? Mama kau masih sering menghibahkan kau di warung mama aku, katanya kau cuman mengurung diri dalam kamar” Anto,si anak tukang sayur memberi pendapat.

“Yah sibuk lah aku nonton Netflix” jawabnya sambil duduk di motor Romli

“Mendingan kau kumpul bareng kita Jack, dapat duit”

“Dapat duit dari mana kalian Rom? Jualan mangga pak Usman?”

“Kau lihat berbuah pohon manga ini? Ya bukanlah. Kami jadi ojek corona”

“KENA CORONA KALIAN RUPANYA??? TERTULAR LAH AKU. MANA AKU GA PAKE MASKER”

“HEH. Bukan kena Corona. Ngawur kau. Kau lihat posko depan rumah pak Camat tadi?” Tanya Romli

Ah iya benar, di halaman rumah pak Camat yang luas itu, terpasang beberapa tenda. Orang-orang berpakaian tertutup hingga kepala berlalu-lalang.

Dikiranya Jack, anak pak Camat mau menikah, dengan tema astronot. Lupalah ia kalau anak pak Camat cuman satu dan telah menikah 2 tahun lalu.

Heran pula ia, kenapa Maman si satpol pp itu duduk depan posko, dengan wajah garang dan bahu yang tegap, seolah-olah ingin mengintimidasi.

Janganlah merasa terintimidasi, karena sesungguhnya apabila ia membuka mulut, tak kuasa kau untuk menahan ketawa. Percaya saja. Gigi Maman sama kosongnya dengan isi dompet Jack.

“Oh iya ngapain orang-orang disitu? Ramai betul kulihat orang-orang singgah” Tanya Jack penasaran

“Itu pos pemeriksaan. Semua pengendara dari luar kota harus berhenti untuk diperiksa disitu. Kalau mereka ga bawa surat hasil rapid test, dipulangkan mereka ke kotanya”, jawab Anto si anak tukang sayur yang asik mengemili mentimun.

“Nah tugas kita penting Jack”, tambah Romli

“Tugas kita adalah untuk menolong mereka agar tidak kembali ke kampung dengan sia-sia”

“Bagaimana caranya?”

“Kau tahu jalan setapak di samping rumah pak Usman ini? yang tembus di warung makan di perempatan sana?”

Jack hanya mengangguk, ia tahu jalan yang dimaksud Romli.

“Nah tugas kita adalah menawarkan jasa ojek, untuk mengantar mereka melewati pos pemeriksaan apabila tidak membawa surat rapid, dengan aman tanpa ketahuan” Sambung Anto dengan bangga, sampai berkaca-kaca matanya saat menjelaskan.

Antara terharu dan kelilipan tak jauh beda.

“Banyak yang pakai jasa kalian?

“Wisss banyak lah. Orang-orang ini rupanya malas untuk tes rapid. Harganya mahal pula. Kalau pakai jasa kami, hanya dengan 20 ribu mereka bisa lewat tanpa ditahan di posko pemeriksaan”

‘Kalau kau mau, datanglah besok pagi kesini. Pinjam motor bapakmu”

Berbekal ajakan Romli cs, dipinjamlah motor bapaknya. Tidak dijawabnya pertanyaan bapaknya dengan jelas yang menanyakan mau kemana ia hingga harus meminjam motor.

Maksud hati Jack, kalau ia berhasil dapat duit seperti apa yang Romli cs kataka, barulah ia akan menyombongkan diri.

Keesekokan harinya, akibat begadang menonton drama Korea, telatlah ia berangkat ke pangkalan ojek Romli cs. Melajulah ia ke posko hanya untuk mendapati pak Usman yang tengah asyik menyapu daun-daun di bawah pohon manga sambal berdendang.

“Assalamualaikum pak Usman”

“Wa’alaikumussalam anak muda. Ngapain kau Jack?”

“Mau ketemu Romli pak. Kemana mereka?”

“ahhh kau pasti mau jadi ojek corona kayak si Romli kan? Batalkanlah niat kau. Ojek corona sudah dibubarkan oleh satpol pp. Si Romli dibawa ke RS untuk diperiksa”

“Kenapa ke rumah sakit pak?”

“Penumpang Romli waktu itu ternyata hasil tesnya positif corona, dilacaklah siapa saja yang kontak langsung dengan dia. Si Romli otomatis terhitung. Maka pergilah ia ke rumah sakit untuk diperiksa

Di sepanjang jalan Kembali ke rumah, merenunglah ia. Kasian juga si Romi kalau positif corona.

Tapi bersedih juga ia tak jadi dapat kerja.

Dipelankanlah motornya saat melewati rumah pak camat,dilihatnya orang-orang mengantri untuk memberikan surat dan diperiksa.

Dilihatnya si Maman yang dengan gagahnya menyuruh pulang pengendara yang tak membawa surat hasil rapid test.

Lalu dilihatnya spanduk depan rumah pak camat dengan khusyuk saat sebuah ide muncul diotaknya

“AKU MAU JUALAN MASKER SAJA!!!”

Baca juga Cerpen : My Reflection – Nay belajar dari ayah

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *