Tiga puisi untuk siapapun

Kata Almarhum Eyang Sapardi Djoko Damono, keindahan sebuah puisi dilihat dari intonasi pembacaannya. Kutulis tiga puisi ini dalam tiga waktu yang berbeda, mungkin untuk engkau juga mungkin untuk siapapun.

Jika bukan karena puisi, saya tidak akan pandai menyampaikan apa saja yang ada di kepala saya. Puisi adalah bahasa singkat yang indah.

Tumbuh Pemalu

Hanya seseorang yang kukenali di tubuhmu,

Seorang remaja yang pemalu,

Juga ingin tumbuh menjadi orang dewasa.

.

Rumah bukanlah penjara bagimu,

Tapi, tempat itu selalu membuatmu merasa kalah.

Kau mencoba melawan tubuhmu sendiri,

Meneriakkan segala kata-kata,

Mengata-ngatai segala isi rumah.

.

Di tubuhmu, remaja itu tubuh menjadi pemalu

Ia hanya senang bermain di tepi danau tanpa dermaga.

Di bawah pohon berdaun lebat dan rindang,

Ia hanya menatap danau yang melukis langit.

.

Sekitar pukul 6 sore,

Senja melukis seseorang di seberang danau,

Mengayun, melambai-lambaikan tangan.

Remaja ditubuhmu hanya menatapnya,

Menuju pulang, lalu merasa kalah.

 

Tepi Laut

Kematian hanyalah dermaga.

Anak kecil itu bertanya, dan

Ibunya menjawab sesingkat itu.

.

Hujan benar-benar membunuh sore hari,

Hari menjadi gelap dan matahari disembunyikan.

Di tangannya, anak kecil itu memegang selembar kertas,

Lalu ia sulap menjadi perahu.

.

Ia bercita-cita menjadi pelaut,

Cita-cita itu ia tiru dari tetangganya yang sombong.

.

Lalu ia menceritakan itu ke ibunya,

Bahwa ia ingin berlayar tanpa menemukan dermaga.

Sebab lautan adalah kehidupan yang lain.

 

Tukang Pos dan Surat di Tangannya

Aku benci setiap kali mengirim surat,

Surat itu selalu jatuh cinta setiap kali dikirim.

Meski kadang-kadang surat bisa dikirim kemana saja,

Tapi di dompetku hanya ada satu alamat, Cuma alamatmu.

.

Tukang pos itu selalu bercerita terlalu jauh,

Bahkan kadang menyebalkan,

Karena aku harus mendengar celotehnya

Sebelum mengirim surat itu kepadamu.

Tapi beruntungnya, ia selalu melakukan pekerjaannya dengan baik,

Jika diberi selembar uang kertas yang pas.

.

Katanya, ia selalu kelelahan mengirim surat itu kepadamu

Karena harus hati-hati meletakkannya di depan pintumu.

Ia takut, kata-kata surat itu terbangun sebelum engkau.

Baca Juga : Puisi semu karya Michelle

AnakUntad.com adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 


Diterbitkan

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *